TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN). Perpres ini diterbitkan pada 4 Juli 2019.
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengatakan hanya perubahan administrasi pemerintahan saja terlihat dalam perpres tersebut.
"Beberapa perubahan diantaranya mengenai peningkatan jabatan struktural BNN dan memberikan fasilitas keuangan pada Kepala BNN menjadi setingkat menteri," ujar Sekjen Partai Demokrat ini kepada Tribunnews.com, Kamis (18/7/2019).
Secara prinsip menurut Hinca Panjaitan, Perpres ini hanya berbicara tepat atau tidak tepat. Karena pada dasarnya segala sesuatu perubahan dalam aturan bertujuan baik.
Baca: Polisi Telah Periksa Pihak Garuda Soal Kasus Rius Vernandes
"Jika pemerintah melihat bahwa kemampuan keuangan negara mendukung untuk melakukan perubahan tersebut, ya tidak masalah. Lanjutkan," jelas Hinca Panjaitan.
Tapi perjalanan BNN menjadi sebuah lembaga yang kuat dan independen adalah mimpi Hinca Panjaitan sebagai seorang anggota Komisi III DPR RI.
Sebab, kebutuhan yang mendesak adalah “kemampuan dan kekuatan” yang bebas intervensi namun terukur yang dimiliki BNN nantinya untuk membentengi negeri ini dari kejahatan narkoba.
Memang kata dia, perubahan status kelembagaan pada prinsipnya dapat diubah melalui Revisi UU Narkotika itu sendiri.
Karena itu dia ingin melihat bagaimana langkah-langkah Presiden Jokowi dalam lima tahun mendatang menyikapi peran BNN, sesuai visi Indonesia yang disampaikan pada pekan lalu.
Baca: Reaksi Polda Metro Jaya soal Pengakuan Korban Salah Tangkap yang Tuntut Ganti Rugi Ratusan Juta
Selain itu, Hinca Panjaitan juga menitipkan pesan kepada pemerintah khususnya pada Presiden Jokowi untuk memberikan satu fokus dalam Optimalisasi P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba).
Dia menilai, sudah sering negara ini hilang fokus dan hilang arah dalam menyusun strategi P4GN.
Sebut saja di tahun pertama saat Presiden Jokowi menjabat. Kala itu, terlihat semangat menggebu untuk melakukan rehabilitasi besar-besaran. Tapi nyatanya tidak diikuti oleh kemampuan keuangan negara maupun minimnya SDM instansi terkait.
"Patut diingat, kejahatan sindikat narkoba dunia ini adalah penyakit yang semakin hari akan semakin membusuk dan menggerogoti tubuh tubuh sehat anak bangsa," jelas Hinca Panjaitan.
Dampaknya memang tidak terasa secara langsung, tapi akan menjadi bom waktu bagi generasi emas bangsa ini di masa mendatang.
Untuk itu Hinca Panjaitan meminta kepada Pemerintah untuk sejenak berpikir keras terhadap strategi ke depan.
Baca: Awalnya Tak Digubris, Ucapan Soeharto ke Soekarno sebelum Tumbang Ini Terbukti Saat G30S/PKI Terjadi
Permasalahan narkoba sudah menumpuk, seperti Penjara yang penuh, overcowded malah, karena diisi oleh pecandu-pecandu yang seharusnya direhabilitasi.
Selain juga lembaga rehabilitasi yang jumlahnya masih minim apalagi jika berbicara fasilitasnya.
Ada fakta yang bikin miris kehidupan kemanusian sehari hari disana.
Sungguh membutuhkan penanganan yang penting dari negara. Sekarang! Bukan besok!
"Satu hal yang juga penting agar tidak terlewatkan dan hanya menjadi seremoni kegagahan temporer adalah efektivitas dan peningkatan kualitas penjaga perbatasan berada depan negeri kita untuk membentengi dari serbuan masif para sindikat narkoba internasional," ucapnya.
"Ayo BNN, Ayo Presiden, mari melangkah pasti. Jaga negeri dari sindikat narkobat dunia!" tegas Hinca Panjaitan.
Jokowi Revisi Perpres: Kepala BNN Dapat Fasilitas Setingkat Menteri
Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN).
Perpres ini diterbitkan pada 4 Juli 2019.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 8 Juli 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
Baca: Kisah Nekatnya Personil Kopassus Terjang Pemberontak Usai Dikepung Tiga Malam Tanpa Sempat Tidur
Melansir laman Kementerian Sekretariat Kabinet, Rabu (17/7/2019), disebutkan 'Perpres ini mengubah beberapa ketentuan dalam Perpres Nomor 23 Tahun 2010, diantaranya Pasal 60.
"Kepala BNN merupakan Jabatan Pimpinan Tinggi Utama (sebelumnya jabatan struktural eselon I.a, red)," demikian diantaranya perubahan yang terdapat dalam pasal 60.
Selain itu juga Sekretaris Utama, Deputi, dan Ispektur Utama merupakan jabatan struktural eselon I.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (sebelumnya jabatan struktural eselon I.a, red).
Direktur, Inspektur, Kepala Pusat, Kepala Biro, dan Kepala BNNP merupakan jabatan struktural eselon II.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya jabatan struktural eselon II.a, red).
Lalu Kepala Bagian, Kepala Subdirektorat, Kepala Bidang, dan Kepala BNNK/Kota merupakan jabatan struktural eslon III.a atau Jabatan Administrator (sebelumnya jabatan struktural eselon III.a, red).
Pun Kepala Subbagian, Kepala Subseksi, dan Kepala Subbidang merupakan jabatan struktural eselon IV.a atau Jabatan Pengawas (sebelumnya jabatan struktural eselon IV.a, red).
“Kepala BNN sebagaimana dimaksud diberikan hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri,” bunyi Pasal 62A Perpres ini.(*)