Saya pikir beliau sama saja. Sama dalam artian sebagai penyelenggara negara, namun saya hormat dan respek ke beliau. Makanya waktu pas Ratas di Istana Negara kemarin, saya cium tangan beliau.
Dan dengan keterbatasan ini, saya jelaskan lewat klarifikasi, karena pembina saya adalah Pak Mendagri, saya pun membuat surat ke Kemendagri dan tembusan ke Presiden. Itu saja mekanismenya. Kalau menurut saya, ini masalahnya bukan di Pak Menteri Yasonna, tapi di Kemenkumham.
Apakah Kepala Kanwil Kemenkumham di Banten juga termasuk?
Oh saya tidak tahu dan saya tidak bisa menilai seperti itu. Artinya, memang tidak ada komunikasi dari Kanwil ke kami karena Kanwil kan urusannya mungkin lapas. Terus juga ada Dirjen Lapas, Dirjen Imigrasi, dan segala macam.
Yang jadi kendala adalah informasi yang disampaikan ke Pak Menteri mungkin tidak komprehensif. Pokoknya kalau menurut saya, saya selalu bilang, "Jangan menyalahkan Pak Menteri dan jangan menghujat Pak Menteri karena beliau urusannya banyak, tidak hanya mengurusi yang begini."
Terkait konflik ini, Kemenkumham melapor ke kepolisian, sementara Anda mengambil jalur mediasi lewat Kemendagri. Tindakan lanjutannya kan bertolak belakang.
Tidak juga ya menurut saya. Semoga polisi juga bisa membantu mediasi. Kalau menurut saya apapun caranya namanya itu menjadi bagian ikhtiar saya selalu positive thinking saja. Mudah-mudahan hasilnya yang terbaik yang Allah tetapkan.
Mereka lewat polisi ya kami ikut, meskipun bukan kami yg duluan yang ke polisi. Kami samakan begitu, bukannya kami saling lapor ya, tapi ya kami sama-sama menyelesaikan di situ.
Atau penyelesaiannya mereka, misal ke Menko (Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan), ya kami ikut juga, makanya saya lapor ke Kemendagri tadi pagi.
Saya minta waktunya supaya saya bisa menjelaskan, mungkin Pak Mendagri bisa ikut membantu memediasi.
Bagaimana keluarga Anda melihat saat ini Anda tengah dalam konflik dengan Kemenkumham?
Ya tidak apa-apa, biasa-biasa saja. Mereka sangat yakin apa yang saya lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat dan semuanya sudah sesuai koridor. Begitu juga teman-teman yang di kantor ini, keluarga saya juga, Pemkot Tangerang.
Saya tinggal satu surat yang belum, yakni surat ke Tuhan. Kalau perlu saya kirim surat ke Tuhan, saya bikin suratnya.
Artinya kami tinggal tawakal, berdoa. Apapun hasilnya ya harus ridho. Kalau nanti mau diserahkan, ya silakan.
Kalau nanti misalnya keputusan Presiden atau Kemenkumham menetapkan yang paling tinggi di atasnya oh tidak bisa, ya sudah kita ikut dengan sangat terpaksa.
Saya akan menyampaikan permohonan maaf saya ke masyarakat, karena apa yang kita mau tata di sini adalah kepentingan Kemenkumhan dan juga kepentingan serta kebutuhan masyarakat Tangerang. (*)