Aktivitas lempeng tektonik bumi terus bergerak, dan Indonesia diapit oleh tiga lempeng tektonik.
Sehingga, bukan tidak mungkin peristiwa gempa besar dan tsunami akan kembali terjadi.
Nah, para ilmuwan seperti Widjo Kongko, Daryono dari BMKG, Eko Yulianto dari LIPI dan lain sebagainya kemudian membuat simulasi dari potensi gempa besar dan tsunami di Indonesia itu.
Mereka bukan memprediksi.
Sekali lagi, memprediksi berbeda dengan memberi gambaran akan adanya potensi.
Hingga saat ini pun, belum ada alat pendeteksi gempa ataupun tsunami di dunia.
Dari simulasi potensi yang dibuat para ahli, diharapkan kita semua dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik dan sadar bahwa negeri kita memang rawan bencana.
"Potensi itu sudah kami (ilmuwan) ketahui dan apa yang kami sampaikan berdasarkan reverensi buku Pusgen 2017 (Pusat Studi Gempa Bumi Nasional)," ujar Widjo saat ditemui Kompas.com pada Minggu (28/7/2019) di Yogyakarta.
Selain menjadikan buku Pusgen sebagai reverensi, para ilmuwan juga melakukan simulasi dengan beberapa skenario pemodelan.
"Skenario (pemodelan) yang diambil adalah kemungkinan potensi gempa dan tsunami terburuk. Seperti di Selatan Jawa kemarin kami menemukan ada potensi gempa besar dengan magnitudo 8,8," papar dia.
Untuk melakukan pemodelan atau simulasi, Widjo dan tim ilmuwan lain memasukkan berbagai macam data ke komputer, sama seperti yang dibuat Jepang, AS, dan lainnya.
Data itu mulai dari kedalaman laut, sumber gempa, bagaimana mekanisme gempanya apakah termasuk gempa dangkal atau tidak, episenter gempa di mana, dan apakah termasuk sesar naik, sesar turun, atau sesar geser.
Widjo mengatakan, parameter-parameter lain juga wajib dimasukkan.
"Dari data kemudian bisa dilihat apakah gempa besar dapat menimbulkan tsunami, jika iya tingginya berapa meter," jelas Widjo.