News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kudus

KPK Usul Eks Napi Korupsi Dilarang Maju Pilkada, KPU: Harus Ada Desakan Kepada DPR

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019) petang.

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) merespons usul Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) agar partai politik tidak mengusung calon kepala daerah yang pernah tersangkut kasus korupsi.

Menurut KPU gagasan tersebut terganjal karena tak didukung hukum positif.

Karena itu, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid menyarankan ada pihak yang mendesak para pembuat Undang-Undang dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk merombak aturan yang tercantum pada Undang-Undang Pilkada.

"Agar usulan KPK ini tidak layu sebelum berkembang, maka gagasan ini perlu didesakkan kepada para pembuat Undang-Undang (pemerintah dan DPR) agar masuk dalam persyaratan calon yang diatur UU Pilkada," kata Pramono Ubaid saat dikonfirmasi, Senin (29/7/2019).

Baca: Soal FPI, Menhan: Jika Tak Taat Pancasila, Silakan Pergi

Baca: 7 Kedai Sate di Surabaya yang Tidak Boleh Terlewatkan, Cobain Sate Klopo Ondomohen

Baca: Cerita Petrus Ola Asal Kupang yang Mengaku Ditipu Rp 500 Juta oleh Pablo Benua

Namun, bila proses pembahasan revisi UU Pilkada tersebut dianggap terlalu panjang, ada satu cara yang bisa mempersingkatnya.

Yakni DPR bisa memberi persetujuan ketika KPU mengusulkan larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon kepala daerah yang dituang dalam Peraturan KPU (PKPU).

"Jika proses ini terlalu panjang, maka pemerintah dan DPR memberi persetujuan nanti ketika KPU mengusulkan aturan ini dimasukkan dalam PKPU tentang pencalonan kepala daerah dalam Pilkada," jelas Pramono.

Pernyataan KPK

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyesalkan kembali terjadinya suap yang melibatkan kepala daerah terkait dengan jual beli jabatan.

KPK baru saja menetapkan Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, sebagai tersangka kasus suap.

Baca: Update Bupati Kudus M Tamzil Ditangkap KPK, Merasa Dijebak hingga Tebar Senyuman

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) didampingi Jubir KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada awak media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019). KPK menetapkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria sebagai tersangka terkait dugaan suap pembangunan Jembatan Ambayan dengan total suap Rp 460 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Basaria Panjaitan menegaskan agar kasus jual beli jabatan ini tidak boleh terjadi lagi karena merusak tatanan pemerintahan.

"Ini juga tidak sejalan dengan rencana pemerintah untuk pengembangan SDM yang professional sebagai salah satu tujuan dari reformasi birokrasi yang tengah dilakukan. Reformasi birokrasi juga menjadi salah satu fokus dari Program Stranas PK yang sudah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo," ujar Basaria Panjaitan kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Muhammad Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus saat menjadi Bupati Kudus pada periode pertama (2003-2008).

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini