TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Perjuangan Herayati (22) yang merupakan seorang anak tukang becak tak sia-sia.
Setelah lulus S1 dan S2 dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan predikat cum laude, Herayati kini mendapatkan paket umrah gratis.
Paket umrah gratis tersebut diberikan oleh NRA Foundation.
Hera menempuh pendidikan S2 hanya dalam waktu 10 bulan saja.
Ia masuk S2 ITB sekitar Agustus 2018.
Setengah masa kuliahnya pun dihabiskan di Chulalongkorn University Thailand lewat program Student Exchange.
Hebatnya lagi, dia lulus menyabet predikat cum laude dengan IPK 3,8.
Herayati tak henti-hentinya bersyukur.
Baca: Begini Kehebatan Koopssus, Pasukan Khusus TNI yang Dibentuk Era Jokowi dan Baru Diresmikan Hari Ini
Baca: Inikah Nama-nama Calon Menteri Jokowi dari Gerindra?
TribunJabar.id berkesempatan untuk berbincang dengan perempuan asal Cilegon, Banten tersebut.
"Alhamdulillah bersyukur banget, karena Allah SWT sudah banyak banget memberi rezeki dalam berbagai bentuk, salah satunya umrah ini," kata Herayati melalui sambungan telepon, Senin (29/7/2019).
Siapa sangka, pergi beribadah ke Tanah Suci Mekah ternyata merupakan keinginan Herayati sejak lama.
Perempuan yang akrab disapa Hera itu sempat memulai untuk mengumpulkan uang.
Berkat prestasinya yang ramai diperbincangkan tahun lalu, orang tua Hera yang berangkat umrah, sedangkan ia tak ikut.
"Sempat ngumpulin uang tapi enggak jadi. Alhamdulillah tadi pagi udah ada yang menghubungi ke aku, ngabarin kabar baik itu," ujar Herayati.
Apresiasi positif ini diharapkannya bisa berjalan baik dan lancar.
Setelah umrah, Hera masih memiliki impian lainnya.
Ia ingin memberangkatkan haji orang tuanya dari hasil jerih payahnya sendiri suatu hari nanti.
"Impian ke depannya ingin menghajikan orang tua," ujar Hera.
Dikagumi
Founder NRA Group, Irmawati Mochtar mengatakan awalnya mengetahui kabar mengenai Heryatai dari sejumlah pemberitaan di media online.
Setelah membaca kisah perjuangan Hera, hatinya tergerak.
Pihaknya akhirnya memberikan apresiasi dalam bentuk paket umrah gratis.
"Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT sudah berkehendak. Setelah mengetahui prestasi Herayati dari berita, saya menggerakkan hati untuk memberikan umrah gratis kepada anak bangsa yang berprestasi ini," kata Irmawati Mochtar saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (29/7/2019).
Ia mengaku kagum kepada Hera yang berhasil lulus S2 kurang dari satu tahun.
Karena itu, apresiasi dalam bentuk pemberian paket umrah tersebut diharapkan dapat menjadi bentuk dukungan juga.
Ia berharap Hera terus mencapai impiannya.
Pascalulus dari jenjang magisternya, Hera telah diajak menjadi seorang dosen di sebuah universitas di tanah kelahirannya Banten.
"Semoga Allah takdirkan menjadi seorang pendidik atau dosen muslimah yang berhati mulia ikhlas dan sabar tanpa batas," kata Irmawati.
Perjuangan Herayati
Perjuangan Herayati dalam meraih gelar S1 dari ITB pernah diberitakan TribunJabar.id pada Juli 2018.
Meskipun berasal dari keluarga tak mampu, Herayati berhasil lulus predikat cum laude dengan IPK 3,77 dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Bahkan, putri dari pasangan suami istri Sawiri (66) dan Durah (62) ini sempat mendapatkan IP 4,00 pada semester lima.
Pekerjaan ayahnya yang hanya sebagai tukang becak di daerah Perumahan Krakatau Steel, Cilegon, Banten, bukan dijadikan alasan baginya untuk berhenti berjuang.
Hebatnya lagi, Herayati atau akrab disapa Hera juga merupakan mahasiswi langganan penghargaan Dean’st List, enam kali berturut-turut.
Dean'st list adalah penghargaan dari Dekan FMIPA karena prestasi akademik yang baik berturut-turut sejak semester 1 2015 sampai semester 1 2017 memiliki nilai rata-rata (NR) selalu di atas 3.5.
Selain berhasil lulus program sarjana dan yudisium cum laude, Hera juga mengikuti perkuliahan program magister melalui program jalur cepat S1 – S2 (fast track) dan telah menyelesaikan 12 SKS mata kuliah program magister dengan nilai rata-rata 3.75.
Prestasi lainnya, dia juga pernah menjadi delegasi Indonesia dalam acara Asia Pasific Future Leader Conference 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Hera merupakan wisudawan dari program studi kimia, FMIPA ITB yang telah diwisuda pada wisuda ketiga ITB tahun akademik 2017/2018, di Sabuga, Kota Bandung Sabtu (21/7/2018).
Saat ditemui TribunJabar.id di Sabuga, Hera bercerita, dia mulai tertarik untuk masuk ITB sejak berada di kelas sembilan SMP.
"Saya masuk ITB tahun 2014. Awalnya diceritakan sama guru SMP yang alumnus ITB, dan beliau ternyata dapat beasiswa full. Dari situ Hera pengen kuliah tapi dapat beasiswa full," ujarnya.
"Nah yang Hera tahu cuma ITB doang. Yang dipikiran cuma ITB dan ITB. Selain itu, Hera juga suka sama kimia pas SMA. Dan jurusan kimia terbaik di Indonesia memang ada di ITB."
Keinginan masuk ITB pun sempat dia utarakan kepada kedua orangtuanya.
Tak disangka, orangtuanya rupanya mendukung penuh keinginan putrinya.
"Orangtua dibilang sama tetangga, "Sudah Pak, Hera mah dikuliahin saja". Nah pas Hera bilang mau ke ITB, orangtua sebenarnya khawatir tapi enggak pernah bilang "jangan". Jadi mungkin khawatirnya dipendam," ujar Hera.
"Bahkan orangtua saya bilang, "masalah biaya urusan belakangan yang penting masuk dulu"," sambungnya.
Sejak SMA, Hera pun mulai mengerjakan soal-soal seleksi perguruan tinggi.
Bahkan, dia sempat mendapatkan beasiswa untuk belajar di bimbingan belajar persiapan seleksi perguruan tinggi.
"Pas kelas XII ikut try out SBMPTN yang ada soal ITB-nya. Se-Banten saya dapat peringkat empat nilainya. Yang peringkat 1-5 se-Banten dikasih beasiswa di bimbingan belajar itu," kata Hera.
Perempuan yang pernah bersekolah di MAN 2 Cilegon ini rupanya masuk ke ITB melalui jalur SBMPTN.
Saat pendaftaran SNMPTN ia sempat tak diterima di ITB.
Saat daftar seleksi bersama itu, dia juga mendaftar beasiswa bidik misi.
"Tapi sebelum masuk ITB, saya lebih dulu diterima di sebuah universitas negeri di Jakarta. Tapi, universitas itu mewajibkan untuk menyetorkan uang daftar ulang dulu," ujar Hera.
"Karena sebelumnya belum tahu keterima di ITB, jadi Hera ambil. Daftar ulangnya, orangtua saya bahkan sampai jual emas," katanya.
Singkat cerita, Hera lebih memilih ITB ketimbang perguruan tinggi tersebut.
Dia akhirnya bisa masuk melalui jalur SBMPTN dan menerima beasiswa bidik misi.
Selama kuliah di ITB, dia pun mengaku tak pernah kekurangan meskipun keluarganya terbatas dari segi ekonomi.
"Karena Hera punya keyakinan, rezeki tuh selalu dapat terus selama masa kuliah," ujar Hera.
Selama masa kuliah, dia rupanya pernah mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Cilegon, Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Jenderal Moeldoko, dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Bahkan, untuk mendapatkan uang tambahan, Hera juga bekerja paruh waktu sebagai guru privat bagi mahasiswa tingkat pertama ITB.
Ternyata, di dua semester pertama, nilai akademiknya tidak terlalu baik, karena jumlah matakuliah yang beragam di Program TPB.
"Setelah masuk program studi sarjana kimia, karena suka dengan kimia, nilai menjadi meningkat drastis," ujar Hera.
Dalam menyelesaikan tugas akhir S1, Herayati mengembangkan suatu sintesis yang berasal dari kulit udang yang dapat digunakan untuk menyerap limbah timbal pada air Sungai Cikapundung.
“Penelitian saya yang dibimbing Ibu Dr Deana Wahyuningrum dapat membantu untuk mengurangi polusi air. Terlebih timbal merupakan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan,” ujarnya.
Sosok orangtua, dikatakan anak bungsu dari empat bersaudara ini, adalah sosok yang terus membuatnya tetap semangat menjalani studi di ITB.
Semangat itu, ujarnya, juga harus dibarengi dengan rajin beribadah dan berdoa.
“Kedua orangtua selalu mendukung saya. Beliau tak pernah mengeluh walau kondisi ekonomi dalam keadaan yang terbatas. Maka dari itu saya berusaha untuk terus berprestasi di ITB,” kata Hera.
Setelah lulus nanti, dia bercita-cita ingin menjadi dosen di daerahnya, Cilegon, Banten.
"Saya ingin membaktikan diri kepada daerah yang sudah mendukung saya selama studi di ITB, saya juga sangat senang mengajar dan meneliti," kata Hera.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Kisah Herayati, Anak Tukang Becak yang Lulus S2 ITB dalam 10 Bulan, Kini Dapat Hadiah Umrah Gratis
Penulis: Yongky Yulius