Demi bayar ganti rugi, PLN akan memotong gaji karyawan hingga permintaan Jokowi.
TRIBUNNEWS.COM - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan memangkas gaji karyawannya setelah mati listrik massal sejak Minggu (4/8/2019).
Tak lain demi membayar ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggan yang terdampak mati listrik massal.
Selain itu, ada beberapa permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasca-kemarahannya di kantor pusat PLN, Senin (5/8/2019) kemarin.
Apakah permintaan itu?
Baca: Blackout Jawa-Bali, Dirut PLN: Mohon Beri Kami Waktu Investigasi
Baca: Kasus Blackout PLN, MRT dan KAI dan Angkasa Pura II Diusulkan Punya Pembangkit Listrik Sendiri
Berikut beberapa berita terkini pasca-mati listrik massal yang terjadi di Jabodetabek hingga sebagian Pulau Jawa, dirangkum dari Kompas.com:
1. PLN akan potong gaji karyawan
PLN harus membayar ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggan yang terdampak mati listrik massal sejak Minggu kemarin.
Pembayaran ganti rugi tidak bisa mengandalkan dana dari APBN.
Pasalnya, kejadian itu merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.
Sebagai solusinya, Direktur Pengadaan Strategis II PLN, Djoko Rahardjo Abumanan bilang, perseroan harus melakukan efisiensi untuk bisa membayarkan ganti rugi.
Satu di antaranya dengan memangkas gaji karyawan.
Pasalnya, dengan besaran nilai ganti rugi tersebut, keuangan PLN berpotensi negatif.
"Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," ujar dia.
Baca: PLN akan Libatkan Pakar Kelistrikan dalam Investigasi Insiden Listrik Padam
Baca: Siapa Sosok yang Layak Benahi PLN?
Dia pun menjelaskan, pemangkasan gaji yang dimaksudkan adalah dari insentif kesejahteraan karyawan.
Meski demikian, Djoko belum bisa memastikan berapa besar peran dari pemotongan gaji tersebut terhadap keseluruhan nilai pembayaran ganti rugi.
Dia juga tidak bisa memastikan apakah dengan cara tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya ganti rugi.
"Bukan cukup, tapi karena dampak dari kejadian itu," ujar dia.
2. DPR minta PLN prioritaskan kompensasi
Anggota Komisi VII, Maman Abdurahman meminta PLN memprioritaskan pembayaran kompensasi bagi masyarakat akibat pemadaman listrik.
Maman mengatakan, pembayan kompensasi harus diutamakan sebab tidak sedikit kerugian yang dialami oleh publik akibat pemadaman listrik.
"Komisi VII mendorong PLN untuk memprioritaskan kompensasi kepada publik," ujar Maman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Maman mengatakan, kompensasi kepada konsumen yang dirugikan saat terjadi pemadaman listrik sudah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2017.
Baca: Lakukan Investigasi, PLN: Padamnya Listrik di Separuh Pulau Jawa Tidak Dipicu Penyebab Tunggal
Baca: Plt Dirut PLN Beberkan Kejadian Padamnya Listrik di Setengah Pulau Jawa ke Komisi VII DPR
Ganti rugi yang diberikan berupa kompensasi pengurangan tagihan listrik kepada konsumen.
Kompensasinya bervariasi, yaitu 35 persen dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen pada golongan yang dikenakan penyesuaian tarif.
Atau kompensasi 20 persen untuk konsumen pada golongan yang tidak dikenakan penyesuaian tarif.
Adapun total kompensasinya senilai Rp 839 miliar.
"Kami dari komisi VII akan terus mengawasi terkait mengenai realisssi kompensasi kepada publik," kata Maman.
3. PLN minta waktu
Sementara itu, PLN meminta waktu kepada komisi VII DPR untuk melakukan investigasi lebih lanjut mengenai penyebab pemadaman massal.
Pihak PLN pun secara berkala bakal melaporkan hasil investigasi kepada komisi VII DPR.
Demikian dikatakan Plt Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Sripeni Inten Cahyani setelah bertemu Komisi VII DPR RI, Selasa (6/8/2019).
"Kami sampaikan kepada Komisi VII, kami mohon waktu untuk dilakukan langkah asesmen atau investigasi."
"Kami sepakat untuk melaporkan hasil investigasi secara berkala kepada komisi VII," ujar Sripeni.
Hasil investigasi tersebut, lanjut Sripeni, bakal ditindaklanjuti agar kejadian blackout tidak lagi berulang.
Saat ini, PLN tengah membentuk tim investigasi yang terdiri dari internal PLN dan tim ahli dari luar PLN.
4. Permintaan Jokowi
Setelah bungkam, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya turut berkomentar terkait mati listrik massal.
Menurut Luhut, berdasarkan arahan Presiden Jokowi, PLN harus memerbaiki kinerjanya.
Kepemimpinan PLN pun harus diisi oleh pihak yang mengerti teknologi, tak bisa hanya dipimpin oleh pihak yang mengerti pengelolaan keuangan.
"Tadi Presiden sudah memerintahkan evaluasi, harus ada evaluasi mendasar."
"Dalam hal ini, tidak boleh PLN dipimpin oleh orang yang mengerti masalah finance (keuangan) saja."
"Harus balik dipimpin orang yang ngerti mengenai masalah teknologi," ujarnya di Jakarta, Senin (5/8/2019).
Luhut mengatakan, pihak-pihak berwajib masih melakukan pemeriksaan terhadap kejadian pemadaman masal kemarin.
Dia pun mengakui adanya kekeliruan penanganan oleh PLN.
Pemerintah pun bakal meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan audit terkait permasalahan pemadaman listrik yang terjadi selama 8 hingga 18 jam tersebut.
5. Benarkah karena pohon?
Sebuah pohon di daerah Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah disebut jadi penyebab mati listrik massal di sebagian Pulau Jawa.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, ada pohon yang diduga melebihi batas ketinggian yang seharusnya.
"Kerusakan, diduga sementara adanya pohon yang ketinggiannya melebihi batas ROW (right of way) sehingga mengakibatkan flash atau lompatan listrik," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/9/2019).
Lantas, benarkah karena pohon?
Vice President Public Relation PLN, Dwi Suryo Abdullah belum bisa memastikan penyebab mati listrik massal karena ada pohon yang diduga melebihi batas ketinggian yang seharusnya.
"Belum tentu penyebabnya hanya (karena pohon) itu,” ujar Dwi, Selasa (6/8/2019).
Dwi mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan tim independen untuk mengetahui penyebab pastinya insiden tersebut.
"Masih menunggu hasil asesmen investigasi yang dilakukan tim independen itu,” kata Dwi.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Mutia Fauzia/Akhdi Martin Pratama)