Simak penjelasan BMKG terkait kejadian mati listrik di sebagian Pulau Jawa, tak terkait dengan gempa di Banten.
TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan, kejadian mati listrik massal di Jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa, tak terkait dengan gempa di Banten.
Sebab, di media sosial ramai dibicarakan, pemadaman listrik yang terjadi sejak Minggu (4/8/2019) akibat gempa yang mengguncang Banten, Jumat (2/8/2019).
Diketahui, gempa berkekuatan 6,9 menggoyang Banten dan terasa di sebagian Pulau Jawa pada Jumat malam.
Gempa ini sempat berpotensi tsunami, tapi peringatan dini itu dicabut dua jam kemudian.
Setelah kejadian itu, muncullah kabar, mati listrik massal yang terjadi sebagai akibat gempa.
Baca: Penjelasan BMKG Soal Kabar Akan Ada Gempa Berkekuatan 9,0 Setelah Gempa di Banten
Baca: Demi Bayar Ganti Rugi, PLN akan Memotong Gaji Karyawan
Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly menegaskan, padamnya listrik yang terjadi tidak ada kaitannya dengan gempa di Banten.
Sebab, gempa Banten terhajadi pada Jumat (2/8/2019) pukul 19. 03 WIB.
Sementara pemadaman listrik terjadi pada Minggu (4/8/2019) pukul 11.45 WIB.
Artinya, rentang waktu kedua kejadian itu terpaut waktu yang cukup lama.
"Jika padamnya listrik akibat gempa maka listrik seharusnya padam sejak Jumat malam setelah pukul 19.03 WIB," kata Sadly dalam siaran pers BMKG.
Baca: Blackout di Pulau Jawa, PLN Janjikan Kompensasi Diskon Biaya untuk 21 Juta Lebih Pelanggan
Baca: Pasca Mati Listrik Massal, PLN Akan Potong Gaji Karyawan hingga Permintaan Jokowi
Bila memperhatikan peta tingkat guncangan gempa bumi (shake map) gempa Banten, lanjut Sadly, dampak guncangan terbesar terjadi di wilayah Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta dalam skala intensitas III-IV MMI.
Skala intensitas ini berarti getaran gempa dirasakan nyata di dalam rumah, seakan-akan ada truk berlalu, hingga jendela/pintu berderik dan dinding berbunyi.
Menurut Sadly, dampak gempa semacam ini belum mampu menimbulkan kerusakan pada struktur bangunan yang kuat.
Apalagi jarak antara episenter dan lokasi PLTU Suralaya sejauh 211 kilometer.
Sehingga percepatan getaran tanah di Suralaya nilainya sangat kecil dan tidak memungkinkan terjadinya kerusakan.
Lebih lanjut Sadly mengungkapkan, menurut rilis resmi dari PT PLN Persero, padamnya listrik di wilayah Jakarta disebabkan ganguan pada gas turbin 1 sampai 6 di Suralaya.
Baca: Live Streaming TVOne ILC Malam Ini, Tema: PLN Sekarat, Listrik Mati
Baca: Tiga Poin Pembahasan Komisi VII DPR dan Plt Dirut PLN
Selain itu, gangguan juga terjadi di pembangkit listrik tenaga gas turbin Cilegon.
"Gangguan ini menyebabkan aliran listrik di Jabodetabek mengalami pemadaman," kata Sadly.
Terkait pemadaman listrik lainnya termasuk Jawa Barat karena gangguan transmisi sutet 500 kV.
Dengan demikian, padamnya listrik massal di beberapa daerah tidak diakibatkan oleh peristiwa gempa bumi.
Diketahui, terjadi pemadaman listrik massal di wilayah Jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa.
Pemadaman yang berlangsung sejak Minggu (5/8/2019) kemarin hingga Senin sore sangat mengganggu aktivitas warga.
Transportasi misalnya.
Seluruh perjalanan kereta rel listrik (KRL) terhenti akibat pemadaman listrik di wilayah Jabodetabek, Minggu (4/8/2019) siang.
"Semua perjalanan terhenti karena Listrik Aliran Atas (LAA) kan off (mati) ya," kata Vice President Communication PT Kereta Commuter Indonesia ( KCI) Anne Purba saat dikonfirmasi Kompas.com.
Sama halnya dengan MRT yang operasionalnya sempat terganggu berjam-jam akibat terputusnya aliran listrik dari PLN tersebut.
Bahkan akibat dari mati listrik massal itu, PT MRT Jakarta merugi sekitar Rp 507 juta.
"Khusus terkait kerugian pendapatan listrik dari PLN ke MRT Jakarta finansial diperkirakan yang ditimbulkan akibat terputusnya pasokan mencapai Rp 507 juta per tanggal 4 Agustus 2019," ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
"Ini yang berkaitan dengan potensi kehilangan penumpang mencapai 52.898 orang pada hari tersebut," sambung dia.
Kamaluddin melanjutkan, kerugian itu belum termasuk berbagai kerugian moril dan materil yang diderita oleh penumpang dan publik yang menggantungkan perjalanannya.
Bahkan, ungkap dia, terjadi penurunan penumpang MRT pada Senin (6/8/2018), atau sehari setelah padamnya listrik PLN.
Angka penurunannya mencapai 6,43 persen.
Kemungkinan, penurunan ini disebabkan oleh kekhawatiran pengguna, pemutusan pasokan listrik dapat terjadi lagi.
Kedatangan Jokowi di kantor PLN untuk meminta penjelasan mengenai peristiwa listrik padam di sejumlah wilayah Jabodetabek dan Pulau Jawa.
Namun, ada yang tak biasa dari kunjungan orang nomor satu di Indonesia ini.
Jokowi terlihat marah setelah mendapatkan penjelasan dari Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT PLN, Sripeni Inten Cahyani.
Menurut Jokowi, penjelasan wanita yang baru dua hari menjabat Plt Dirut PLN itu terlalu panjang dan teknis.
Jokowi sampai menggeluarkan istilah 'orang-orang pintar' pada jajaran direksi PLN.
"Penjelasannya panjang sekali," ucap Jokowi.
"Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun."
"Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," kata dia.
Kepala negara bahkan langsung pergi dari kantor PLN.
Puncaknya, ia menolak meladeni wawancara dengan media massa seperti yang biasa dilakukannya setelah kunjungan.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)