Menurut dia, pengurusan LHKPN dilakukan setelah calon terpilih sebagai pimpinan definitif. Namun, apabila persyaratan pelaporan LHKPN dilakukan di awal pendaftaran, maka dapat menimbulkan diskriminasi dan melanggar prinsip persamaan antara calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara.
"Mengenai syarat capim pada Pasal 29 huruf K UU KPK ada makna 'mengumumkan', ini harus diartikan laporan kekayaan itu wajib diumumkan oleh capim yang berasal dari penyelenggara negara maupun yang non penyelenggara negara pada saat sudah ada penunjukan capim sebagai pimpinan definitif," kata dia, dalam keterangannya, Rabu (31/7/2019).
Merujuk pada Pasal 29 huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi "Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: k. Mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan".
Berkaca pada seleksi capim KPK di periode berikutnya, Indriyanto mengungkapkan penyampaian LHKPN dilakukan pada saat calon telah ditunjuk sebagai pimpinan KPK definitif. Sementara, saat pendaftaran, calon hanya membuat pernyataan kesediaan menyampaikan laporan kekayannya.
"Bahwa ada yang berpendapat lain dan berbeda adalah sesuatu yang wajar saja, sepanjang pendapat itu tidak vested interest (mengandung kepentingan,-red)" ujarnya.
Dia menjelaskan, pada periode pansel sebelumnya, pengurusan LHKPN tidak menjadi isu. Dia mencontohkan, pada periode pansel 2014, Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK pada periode ini, bahkan pada tahap seleksi akhir belum mendaftarkan LHKPN.
"Jadi isu pengumuman LHKPN sekarang ini sepertinya soal vested interest dari pihak tertentu," tambahnya.