Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan anggota komisi II DPR Miryam S Haryani (MSH) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
KPK mengungkap adanya penggunaan kode 'uang jajan' dalam perkara korupsi e-KTP yang menyeret Miryam S Haryani.
Dalam hal ini, Miryam diduga meminta uang USD100 ribu kepada mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dengan kode 'uang jajan'.
"Tersangka MSH juga meminta uang denga kode 'uang jajan' kepada IRMAN sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani E-KTP," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Baca: Kaum Milenial Sudah Bisa Ikut Berkurban Sapi Cukup Rp 1 Juta
Baca: Kronologi SPG Bali Tewas Usai Berhubungan Intim, Hasil Otopsi Hingga Motif Pelaku
Baca: Dituduh Aniaya Dipo Latief, Nikita Mirzani: Enggaklah, Gua Sayang Banget Sama Dia
Miryam Haryani diduga meminta 'uang jajan' sebesar USD100 ribu kepada Irman untuk rekan-rekannya di komisi II DPR.
Miryam mengklaim uang tersebut untuk kunjungan kerja.
Penyerahan uang tersebut dilakukan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
"Permintaan uang tersebut ia atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," ucap Saut.
Saut mengatakan, Miryam diduga telah menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto yang diduga terkait kasus korupsi e-KTP.
Penerimaan uang tersebut terjadi sepanjang tahun 2011-2012.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya USD1,2 juta terkait proyek EKTP ini," ujarnya.
Baca: KPK Tetapkan 4 Tersangka Baru Kasus Korupsi e-KTP, Ini Nama-namanya
Baca: Percaya Diri Punya Suara Unik, Barbie Kumalasari Sudah Rencanakan Konser dan Tur ke Luar Negeri
Selain Miryam, KPK juga menetapkan tiga tersangka baru lainnya dalam kasus yang merugikan negara sekira Rp2,3 triliun ini.
Ketiganya yakni, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, PNS BPPT Husni Fahmi, dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulos Tannos.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.