TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keseriusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan semakin nyata. Ini tampak jelas pada pidato Kenegaraan Presiden Jokowi, pada Jumat (16/8/2019) di hadapan MPR, DPR, DPD RI.
Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Kastorius Sinaga menyambut positif keputusan politik ini.
Baca: Gadis Pekalongan Batal Dinikahi Kekasih Gara-gara Hitungan Weton, Keluarga Timang Soal Maut-Rezeki
Karena memang sudah menjadi sebuah keharusan bila dilihat dari sisi geografis, keamanan nasional, dinamika pembangunan ke depan.
"Pemindahan ibukota ini juga termasuk menjadi sebuah keharusan sejarah demi visi Indonesia unggul di masa depan," ujar alumni Universitas Bielefeld Jerman ini, Minggu (18/8/2019).
Kastorius menilai, pemindahan ibu kota ini akan menjadi “entry point” penting untuk pemerataan pembangunan nasional.
Mendekatkan pusat pemerintahan ke wilayah miskin tertinggal adalah langkah strategis untuk pembangunan wilayah tersebut.
Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan, dengan sendirinya, akan menggeser paradigma pembangunan yang selama hampir satu abad terpusat pada “Jawasentrisme” (konsentrasi di Pulau Jawa) ke “Non-Jawasentrisme atau ke wilayah luar Jawa.
Khususnya Indonesia Bagian Timur (IBT) yang selama ini tertinggal dalam hampir semua aspek.
"Pemindahan ini akan mengakhiri mitos “IBT Tertinggal “ dan sekaligus mengakselerasi pemerataan pembangunan untuk hadir dan semakin menjangkau wilayah marjinal dan periperial Indonesia," jelasnya.
Baca: Bappenas Berandai Ibu Kota Indonesia di Kaltim dan Kemudian Bantah Bukan Bukit Soeharto
Baca: Demi Pemerataan Ekonomi, Ketua MPR Setuju Pemindahan Ibu Kota
Ibarat pepatah “dimana ada gula di situ akan ada semut”, pemindahan ibu kota ke Kalimantan akan memberi efek domino perkembangan dan pemerataan di luar Jawa.
Karena akan menyediakan aneka sumberdaya dari infrastruktur, mesin birokrasi pusat, modal, investasi, serta teknologi yang kesemuanya menjadi kekuatan “push-pull factor” (faktor pendorong dan penarik pembangunan) di wilayah Indonesia bagian Timur.
"Kita tahu Kalimantan dan IBT sangat kaya dengan sumberdaya alam ekstraktif namun sangat miskin dari sisi SDM dan kapasitas organisasi dan manajemen modern," ucap Kastorius.
Juga kita ketahui jejaring dinamika global Asia semakin pesat tumbuh di wilayah Pasifik yang sangat dekat dengan IBT.
Dia menegaskan, Indonesia akan semakin dapat gesit memanfaatkan secara dampak dinamika regional ini bagi pembangunan nasional bila ibu kota dipindahkan dengan konsep baru yang dinamis dan mendekat ke pusat-pusat pertumbuhan regional tersebut.
Adalah benar bahwa ibu kota negara harus mampu menjadi “power house” yang efektif dan efisien guna mewadahi dinamika kemajuan nasional, regional dan global.
Bukan sebaliknya, imbuh dia, seperti ibukota Jakarta saat ini, yang telah terkesan menjadi beban nasional.
Karena menjadi kota metropol yang nyaris penuh berisi aneka kemacetan akibat overkapasitas dari sisi demografi, ekonomi dan ekologis saat ini.
Karena itu kata dia, pemindahan ibu kota akan bermakna sebagai pemindahan berbagai peluang dan kesempatan di bidang ekonomi, teknologi, investasi yang ujung-ujungnya akan membuahkan multiflier-effects di dalam pemerataan ekonomi dan penyempitan kesenjangan ekonomi, khususnya antara Jawa dan luar Jawa.
"Kelak, secara faktual, pemindahan ibu kota ini akan mengisi substansi persatuan dan keadilan sosial sesuai amanat UUD 1945," tegas Kastorius.
Pacu Pemerataan dan Keadilan di Luar Pulau Jawa
Presiden Jokowi kembali menyinggung soal rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan saat menyampaikan Keterangan Pemerintah Atas RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 beserta Nota Keuangannya, di depan Sidang Paripurna DPR RI, di Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Menurut Presiden, selama ini, denyut kegiatan ekonomi secara umum masih terpusat di Jakarta dan Pulau Jawa.
Sehingga Pulau Jawa menjadi sangat padat dan menciptakan ketimpangan dengan pulau-pulau luar Jawa.
Apabila membiarkan hal tersebut berlanjut tanpa ada upaya yang serius, sambung Presiden, maka ketimpangan akan semakin parah.
“Untuk itu, rencana pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan diletakkan dalam konteks ini, sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru, sekaligus memacu pemerataan dan keadilan ekonomi di luar Jawa,” kata Presiden Jokowi.
Ibu kota baru, lanjut Presiden, dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi representasi kemajuan bangsa, dengan mengusung konsep modern, smart, and green city, memakai energi baru terbarukan, dan tidak bergantung kepada energi fosil.
Mengenai dukungan pendanaan bagi pemindahan ibu kota, Presiden Jokowi menegaskan, akan sekecil mungkin menggunakan APBN.
“Kita dorong partisipasi swasta, partisipasi BUMN, maupun skema Kerja sama Pemerintah Badan Usaha atau KPBU,” tegas Presiden Jokowi.
Sebelumnya saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT ke-74 Kemerdekaan RI Tahun 2019 di hadapan sidang bersama DPR RI dan DPD RI, Jumat (16/8) pagi, Presiden Jokowi menyampaikan permohonan izin untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta.
“Dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” kata Presiden Jokowi.
Pernyataan Presiden itu langsung disambut tepuk tangan panjang dari para peserta sidang yang memenuhi Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara MPR/DPD/DPR RI, Jakarta, sebagian bahkan berdiri memberikan aplaus panjang.
Presiden menegaskan, Ibu kota bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa.
“Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi. Ini demi visi Indonesia Maju. Indonesia yang hidup selama-lamanya,” tegasnya.