TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyindir cara Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatasi serentetan kasus persekusi dan tindakan rasis bernada penghinaan yang dialami sejumlah mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. yang menurutnya tidak tepat dan kurang tegas.
Fahri Hamzah melihat, pernyataan Presiden agar berlapang dada membuka pintu maaf, terkait penghinaan mahasiswa asal Papua tidak memberikan rasa ketenangan masyarakat Papua dan Papua Barat.
"Orang disuruh sabar, itu enggak mantap. Kalau kemarin-kemarin kan ada marahnya saya akan tindak tapi sekarang kok enggak ada. Itu penting karena orang kecewa, karena pelaku (penghinaan) seperti ini kok dibiarin," ujar Fahri di komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
"Harus ada jaminan bahwa penghinaan itu enggak boleh berlanjut. Ini sangat tidak baik," lanjut Fahri.
Politisi PKS itu berharap pejabat politik dan tingkatan eksekutif terus berupaya memberikan rasa ketenangan kepada masyarakat Papua dengan turun langsung ke bawah.
"Jangan sampai ini berlanjut dan pecah menjadi konflik sosial yang akan merugikan kita semua. Lukanya nanti dalam, lama ngobatinnya," papar Fahri.
Selain itu, Fahri juga melihat perlu diturunkannya pasukan TNI dan Polri ke Papua dan Papua Barat untuk ikut menenangkan perasaan masyarakat.
Sempat pecah di Timika dan Fakfak
Aksi rusuh sempat pecah kembali hari Rabu (21/8/2019) kemarin di Kabupaten Fakfak dan Mimika.
Berdasarkan pantauan jurnalis Kompas.com, Isrul, di lapangan, ribuan demonstran yang berunjuk rasa di halaman gedung DPRD Mimika merusak berbagai fasilitas umum, antara lain gedung DPRD Mimika, bangunan di sekitar gedung DPRD hingga mobil yang berada di jalan.
"Selain itu, massa juga memblokade jalan Cendrawasih," kata Isrul via sambungan telepon.
Kerusuhan bermula saat massa menggelar unjuk rasa memprotes dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.
Awalnya aksi berlangsung tertib. Namun beberapa saat kemudian, massa menjadi beringas.
Massa mulai melempari aparat polisi dan TNI yang mengawal aksi.