Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menilai, dalam proses pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan, perlu adanya suatu badan otoritas khusus.
Badan tersebut, dikatakan Asvi, merupakan bentuk perencanaan dari kemauan politik Presiden dalam hal ini.
"Badan otoritas khusus yang nanti akan melakukan sinkronisasi koordinasi dengan berbagai departemen yang ada untuk mengeksekusi pemindahan ibu kota ini," kaga Asvi di diskusi Polemik, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8/2019).
Baca: Rumah Makan Ayam Bakar Rajawali alias Bakso Rajawali Terbakar, Penyebab Kebakaran Masih Diselidiki
Baca: Pistol Kelompok Bersenjata yang Disita Saat Baku Tembak di Wamena, Curian dari Mapolsek
Baca: Live Streaming Norwich City vs Chelsea, Live Mola TV via Mola Mobile App, Tonton di HP
Meski tak menspesifikasikan nama dari badan tersebut, Asvi mencontohkan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) sebagai badan otoritas yang dimaksud.
BP Batam sendiri diketahui adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2007 dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan dan pembangunan kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi kawasan
"Sekarang, menurut hemat saya mungkin diperlukan badan otoritas khusus pemindahan ibu kota," pungkas Asvi.
Pemindahan ibu kita baru ke Kalimantan Timur, sebelumnya diungkap langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil usai rapat Rancangan Undang-Undang Pertanahan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
"Iya sudah diputuskan (ibu kota baru, red) di Kalimantan Timur, hanya spesifiknya yang belum," ujar Sofyan.
Disebutkan Sofyan, core pertama Ibu Kota baru akan digarap di atas tanah seluas 3.000 hektare. Dengan target perluasan tanah mencapai 300 ribu hektare.
Pemerintah saat ini menunggu kepastian titik lokasi Ibu Kota, sebelum mengunci tata kelola tanah lewat UU Pertanahan.
UU Pertanahan sendiri bakal dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI selambat-lambatnya akhir September.