TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Johanis Tanak diminta anggota panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK), Al Araf, untuk menceritakan apakah pernah mengalami intervensi politik selama bertugas.
Hal itu disampaikan saat mengikuti tes wawancara dan uji publik calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) di gedung Sesneg, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Ia pun menceritakan saat menangani kasus korupsi mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Mayor Jenderal Purn Bandjela Paliudju.
"Baik, seperti yang saya ceritakan pada saat Pak Hendardi memang kan saya waktu itu Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tengah. Saya menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Mayor Jenderal Purn. Bandjela Paliudju, putra daerah di Sulawesi Tengah. Saya melihat perkara tersebut cukup bukti memenuhi unsur pidana," kata Johanis Tanak.
Namun, kata Johanis, dirinya dipanggil oleh Jaksa Agung M Prasetyo terkait perkara korupsi mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Mayor Jenderal Purn. Bandjela Paliudju itu.
Baca: Mangkir Tugas 5 Bulan, Ratno Diberhentikan Sebagai PNS dan Baru Diketahui Ia Dibunuh
Baca: Cerita Bule Cantik Terpikat Jadi Istri Petugas PPSU DKI Jakarta
"Dan saya dipanggil oleh Jaksa Agung dan saya menghadap Jaksa Agung katakan 'kamu tau siapa yang kamu periksa', saya bilang tau dia adalah pelaku dugaan tindak pidana korupsi mantan Gubenur Mayor Jenderal Purn putra daerah, selain itu enggak ada lagi," tutur Johanis menceritakan ulang peristiwa itu.
"Setelah itu beliau (Jaksa Agung,red) katakan dia adalah ketua dewan Penasehat NasDem Sulteng," tambahnya.
Dalam kesempartan itu, lanjut Johanis, Jaksa Agung M. Prasetyo meminta agar Bandjela Paliudju tidak ditahan. Saat itu, Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung.
Baca: Si Juki Bertualang di Thailand untuk Komik Seri Jalan-Jalan Terbarunya
"Saya tinggal minta petunjuk saja ke bapak, saya katakan siap, bapak perintahkan saya hentikan, saya hentikan. Bapak perintahkan tidak ditahan, saya tidak tahan, karena bapak pimpinan tertinggi di Kejaksaan yang melaksanakan tugas-tugas Kejaksaan, kami hanya pelaksanaan," paparnya.
Kemudian, Johanis pun menyampaikan kepada atasannya itu, bahwa Prasetyo ketika dilantik menjadi Jaksa Agung dianggap tidak laik karena berasal dari partai politik.
"Ketika itu saya sampaikan, ketika bapak diangkat dan dilantik Jaksa Agung, bapak ini tidak layak menurut media, tidak layak jadi Jaksa Agung karena bapak diangkat, diusung dari golongan parpol Bapak, yaitu NasDem," tuturnya.
"Saya bilang, mungkin ini momen tepat untuk membuktikan bahwa Bapak menegakkan hukum dan keadilan. Beliau katakan, 'Oh iya betul juga'," katanya.
Menurut Johanis, Prasetyo tak lama kemudian memberikan izin kepadanya untuk terus memproses Paliudju.
Mantan Gubernur Sulawesi Tengah itu dianggap merugikan negara Rp 8 miliar karena penggunaan dana pos biaya operasional gubernur yang tidak disertai bukti valid.
Selain kasus korupsi politikus NasDem, Johanis mengaku pernah menangani korupsi Presiden kedua Suharto dan politikus Partai Golkar, Akbar Tanjung.