News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pejabat Kemenpora Ditangkap KPK

Mantan Deputi IV Kemenpora Minta Hakim Kabulkan Permohonannya Jadi Justice Collaborator

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Deputi IV Kemenpora Mulyana menggunakan rompi tahanan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/12/2018) dini hari. KPK resmi menahan lima orang tersangka diantaranya Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy, dan Deputi IV Kemenpora Mulyana dengan barang bukti berupa uang senilai Rp7,318 Miliar terkait kasus korupsi pejabat pada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

JPU pada KPK menuntut Mulyana karena menerima suap Rp 400 juta. Suap tersebut diberikan oleh Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy.

Baca: Meguro Parasitological Museum di Tokyo Pamerkan Parasit pada Makhluk Hidup

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah meyakinkan bersama melakukan tindak pidana korupsi secara lebih lanjut sesuai dakwaan alternatif pertama yang terbukti melanggar Pasal 12 a UU Tipikor," kata JPU pada KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Mulyana diduga menerima uang dan barang bersama-sama pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.

Mulyana diduga menerima Rp 100 juta dalam kartu ATM terkait pencairan hibah untuk KONI tersebut. Selain itu, Mulyana diduga menerima mobil Toyota Fortuner, uang Rp 300 juta, dan ponsel Samsung Galaxy Note 9.

JPU pada KPK mengungkapkan pemberian uang, mobil dan ponsel itu diduga agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI pada Tahun Anggaran 2018.

Selama persidangan, kata JPU pada KPK, terdakwa cukup kooperatif, mengakui perbuatan dan membantu penuntut umum dalam menerangkan perkara ini. Namun, hal itu tidak cukup untuk mengabulkan sebagai Justice Collaborator (JC).

"Berdasarkan SEMA 4 angka 9 tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama, namun permohonan JC belum memenuhi syarat yang diajukan terdakwa untuk dapat dikabulkan," kata JPU pada KPK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini