Sosok Johanis Tanak, Jaksa yang Lolos dalam 10 Besar Capim KPK, Mengaku Pernah Ditawari Uang
TRIBUNNEWS.COM - KPK telah mengumumkan 10 Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK), salah satunya Johanis Tanak.
Saat diumumkan, Johanis Tanak merupakan salah satu jaksa yang berhasil masuk dalam 10 candidat terbaik capim KPK.
Johanis Tanak merupakan Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI (Direktur TUN Kejagung) yang lolos menjadi capim KPK.
Johanis Tanak sempat menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada 2014.
Setelah itu, ia juga sempat menduduki jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016.
Baca: Saksi Mata Ungkap Kengerian Tabrakan Beruntun di Tol Cipularang, Ada yang Histeris Minta Tolong
Baca: Empat Korban Tewas Terindetifikasi, 4 Lainnya Belum Bisa karena Terbakar
Harta kekayaannya menurut data LHKPN adalah 8,3 miliar.
Dikutip dari biskom.web.id, pada Juni 2019, Johanis Tanak telah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan 10 Guru Besar dalam Ujian Terbuka Gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Airlangga.
Disertasinya yang berjudul Kontrak Kerjasama Operasi (KSO) dalam Pekerjaan Jasa Konstruksi Milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengantarkan Johanis Tanak meraih gelar Doktor dengan predikat sangat memuaskan.
Ditengah kesibukannya Johanis Tanak nerhasil mendapatkan IPK tinggi yakni 3,80.
Selain itu, dikutip dari Kompas.com, Johanis Tanak sempat dicecar pertanyaan mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum jaksa.
Salah satunya mengenai dua orang jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta yang terkena kasus suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.
"Seberapa parah kondisi korupsi kejaksaan?" tanya salah satu anggota panitia seleksi capim KPK, Al Araf.
Dirinya mengatakan bahwa integritas dan kepribadian dari jaksa yang bersangkutan menjadi problem utama yang menyebabkan banyak jaksa korupsi.
"Kalau seseorang punya integritas baik, maka pasti dia tak akan melakukan. Saya merasakan itu. Saya pelaku. Saya sering ditawarkan uang tapi demi tuhan saya tidak terima," kata dia.
Baca: Sepekan Dilantik Jadi Anggota DPRD DKI, Anak Ketua MPR Blak-blakan: Ternyata Nggak Langsung Kerja
Baca: Rayya Sebut Tersangka V Perempuan Pemeran Utama Vina Garut yang Justru Minta Dirinya Terlibat
Pada kesempatan itu, Johanis Tanak juga menyampaikan bahwa secara kelembagaan, Kejaksaan sangat serius untuk penanganan korupsi.
Kemudian Johanis Tanak juga mengungkapkan jika OTT yang selama ini digunakan artinya bertentangan.
Operasi yang berarti suatu kegiatan yang telah direncanakan, sedangkan tangkap tangan menurut ilmu hukum bukan direncanakan tapi seketika itu terjadi tindak pidana dilakukan, maka seketika itu ditangkap.
Hal itu disampaikan Johanis kepada awak media usai seleksi wawancara dan uji publik capim KPK di gedung Sesneg, Jakarta, Kamis (28/8/2019).
"Jadi bukan direncanakan ditangkap sehingga menurut saya secara ilmu hukum itu keliru (red-penerapan OTT). Idealnya, kita harusnya pahami," kata Johanis Tanak.
Ia mengatakan, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat pencegahan dan penindakan.
Dalam pencegahan, kata Johanis, sebaiknya KPK jika sudah mengetahui ada seseorang yang akan melakukan tindak pidana penyuapan atau korupsi, yang bersangkutan dipanggil dan ditanya kemudian membuat surat yang dikirim ke seluruh lembaga penegak hukum termasuk Mahkamah Agung.
"Ini kita cegah supaya uang negara tidak keluar," katanya.
Baca: Alexander Marwata: Diterima atau Ditolak Jadi Pimpinan KPK, Saya Tetap Bahagia
Baca: BREAKING NEWS: Ngebut Mau Padamkan Kebakaran, Mobil Damkar di Bungo Terbalik
Dengan demikian, apabila ia terpilih menjadi pimpinan KPK, maka ia pun akan memberi masukan tersebut kepada pimpinan lainnya.
"Kalau setuju bahwa ini tidak sesuai dengan teori atau prinsip-prinsip ilmu hukum, kenapa kita harus terapkan? Kita cari solusi terbaik yang lebih baik lagi untuk bangsa. Karena pemberantasan korupsi rasiologisnya itu bagaimana pejabat tidak menyalahgunakan kewenangan sehingga uang negara tidak hilang," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam seleksi wawancara dan uji publik capim KPK, Johanis Tanak sempat ditanya oleh salah satu panelis tentang cara pencegahan terhadap korupsi yang besar dan sistemik.
Pertanyaan tersebut diajukan oleh salah satu panelis, Meutia Gani.
Setelah sempat menjelaskan, Johanis Tanak yang merupakan capim dari unsur kejaksaan ini memberikan salah satu contoh kasus korupsi yang sedang berlangsung.
"Meikarta itu investasi besar. Tapi terhalang oleh satu tindakan, yakni OTT. Yang namanya OTT, operasi adalah kegiatan terencana. Secara hukum, arti tangkap tangan adalah tindak pidana yang terjadi dan ditangkap saat itu juga," ungkap Johanis.
Untuk itu, ia mengatakan, idealnya KPK memanggil para terduga pelaku tersebut terlebih dahulu.
Baca: Upaya Sofyan Basir Ajukan Idrus Marham Sebagai Saksi Meringankan Terganjal Izin
Baca: Dedi Mulyadi Usul Jawa Barat dan Jakarta Jadi Satu Provinsi Setelah Ibu Kota Pindah ke Kaltim
Apalagi, lanjut Johanis, dibandingkan dengan sekarang yang menangkap, menyidik, dan menahan yang bersangkutan akan menghamburkan uang negara yang begitu banyak.
"Dalam konteks korupsi, kita ingin jangan sampai uang negara dihambur-hambur," jelasnya.
Kemudian, terdapat 10 nama calon pimpinan KPK yang diserakan Presiden Jokowi dan nantinya dikirim ke DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan, di antaranya :
1. Alexander Marwata – (Komisioner KPK)
2. Firli Bahuri – (Anggota Polri)
3. I Nyoman Wara – (Auditor BPK)
4. Johanis Tanak – (Jaksa)
5. Lili Pintauli Siregar – (Advokat)
6. Luthfi Jayadi Kurniawan – (Dosen)
7. Nawawi Pomolango – (Hakim)
8. Nurul Ghufron – (Dosen)
9. Roby Arya – (PNS Sekretaris Kabinet)
10. Sigit Danang Joyo – (PNS)
(Tribunnews.com/Anugerah Tesa Aulia/ Fransiskus Adhiyuda Prasetia) (Kompas.com/Deti Mega Purnamasari)