TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk rantai manusia mengelilingi kantor tempat mereka bertugas, Gedung Merah Putih, Jalan Kunigan Persada, Jakarta Selatan, kemarin.
Aksi tersebut sebagai protes upaya melumpuhkan KPK melalui 'operasi senyap' revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR dan calon pimpinan KPK periode 2019-2023 bermasalah.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo turut ambil bagian memimpin aksi protes tersebut.
Ratusan pegawai KPK itu kompak mengenakan pakaian serba warna hitam.
Para pegawai dan pimpinan KPK itu membentangkan pita garis merah-hitam, seperti yang biasa digunakan ketika menyegel tempat pelaku tersangka korupsi.
Yang membedakan, di garis itu terdapat tulisan, "Pelanggar Etik Dilarang Melewati Garis Batas."
Selain itu, mereka juga tampak membawa sejumlah protes bertuliskan sejumlah aspirasi.
Di antaranya poster bertuliskan, "Tolak Revisi UU KPK", "Capim KPK Pelanggar Etik Dilarang Masuk" dan "Pak Jokowi Dimana?".
"Lawan, lawan, lawan," teriak ratusan pegawai KPK saat aksi.
Baca: Elza Syarief Suruh Hotman Paris Belajar soal Penayangan Kekerasan, Ini Jawaban Tegas Hotman
Saut Situmorang dalam orasinya menyampaikan, draf revisi UU KPK yang tengah didorong oleh DPR tidak relevan dan bertentangan dengan Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003.
Padahal, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 7 tahun 2006.
Sejumlah draf pasal dalam revisi UU KPK itu tidak sesuai dengan azas-azas prinsip pemberantasan korupsi, pencegahan korupsi, sebagaimana amanat UNCAC yang ikut disepakati Indonesia.
Saut mencontohkan draf RUU KPK tersebut yang tak sesuai dengan amanat UNCAC.
Misalnya, UNCAC mengamanatkan lembaga antikorupsi di suatu negara harus independen.
Baca: Jokowi Diminta Berkantor di Papua, Ngabalin: Nggak Usah Ngajarin, Presiden Sudah Ngerti lah