Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan bergerak cepat untuk membahas aturan terkait pemilihan presiden (Pilpres) pasca adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi yang menghapus Presidential Threshold 20 persen.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan RI Prof. Yusril Ihza Mahendra bilang, pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029.
"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/1/2025).
Dalam pembahasan norma dalam UU Pemilu pasca adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 itu, Yusril memastikan akan turut melibatkan seluruh stakeholder.
Termasuk kata dia, peran serta dari akademisi, masyarakat hingga pegiat Pemilu.
"Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilbatkan dalam pembahasan itu nantinya," pungkas Menko Yusril.
Dia belum dapat memastikan kapan waktu pembahasan terhadap aturan itu dengan DPR RI.
Pasalnya, saat ini DPR RI sedang memasuki masa reses yang baru akan berakhir pada 20 Januari mendatang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra merespons soal keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus aturan ambang batas presiden atau Presidential Threshold 20 persen.
Kata Yusril, pemerintah ada dalam posisi menghormati putusan yang membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 yang dipandang oleh MK bertentangan dengan UUD 1945 tersebut.
"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding)," kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Sebelum dibatalkan, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus didukung oleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi parpol atau gabungan parpol di DPR RI, atau minimal 25 perden suara sah nasional parpol atau gabungan parpol berdasarkan hasil Pemilu lima tahun sebelumnya.