Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PPP Habil Marati disebut dalam sidang perkara kepemilikan senjata api ilegal dan amunisi yang menjerat terdakwa Kivlan Zen.
Habil berperan sebagai penyokong dana dari operasi tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap Kivlan Zen pernah menyerahkan uang sejumlah 15 Ribu Dolllar Singapura yang berasal dari pemberian Habil kepada saksi Helmi Kurniawan.
Baca: Berikut Karakteristik dan Kepribadian Zodiak Aquarius, Punya Empati yang Tinggi dan Penyayang
Oleh Helmi uang itu ditukarkan di Money Changer Dollar Time Premium Forexindo dengan nilai sebesar Rp 151,5 Juta lalu diserahkan kepada Kivlan Zen.
Kivlan zen kemudian mengambil uang Rp 6,5 Juta.
"Sedangkan sisanya Rp 145 Juta diserahkan kepada Helmi untuk mengganti uang pembelian senjata api laras pendek dan memerintahkan Helmi segera mencari senjata api laras panjang kaliber besar serta untuk uang operasional Helmi," ungkap Jaksa Penuntut Umum P Permana dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).
Selain itu, Habil Marati pernah memberikan uang kepada Helmi.
Pemberian uang dilakukan secara berturut-turut pada 10 dan 15 Maret 2019 di Saigon Cafe Pondok lndah Mall 3, Jakarta Selatan.
Baca: Berikut Karakteristik dan Kepribadian Zodiak Aquarius, Punya Empati yang Tinggi dan Penyayang
"Uang tersebut dibutuhkan Helmi untuk kepentingan bangsa dan negara dan berpesan kepada Helmi agar tetap semangat," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Kivlan Zen atas kepemilikan senjata api (senpi) ilegal dan peluru tajam.
Sidang beragenda pembacaan surat dakwaan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Selasa (10/9/2019).
Baca: 4 Korban Laka Maut Tol Cipularang Sulit Dikenali karena Luka Bakar hingga 60 Persen
"(Terdakwa Kivlan Zen,-red) orang yang melakukan atau turut melakukan perbuatan tindak pidana yaitu tanpa hak, menerima, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, yakni berupa empat Pucuk Senjata Api dan 117 peluru tajam," kata Jaksa P Permana saat membacakan surat dakwaan.
Perbuatan Kivlan Zen menurut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Helmi Kurniawan (Iwan), Tajudin (Udin), Azwarmi, Irfansyah (Irfan), Adnil, Habil Marati dan Asmaizulfi alias Vivi.
Atas perbuatan itu, Kivlan didakwa dan diancam pidana dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sakit
Kivlan Zen, terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal, sedang menderita sakit pada saat menghadiri sidang pembacaan surat dakwaan.
Sidang beragenda pembacaan surat dakwaan kasus kepemilikan senjata api ilegal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Selasa (10/9/2019).
"Kurang sehat. Sakit komplikasi," kata penasihat hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta, ditemui di PN Jakarta Pusat.
Sebelum duduk di kursi pesakitan, Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu datang ke ruang sidang menggunakan kursi roda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendorong kursi roda yang ditempati Kivlan Zen.
Menurut Tonin Tachta, Kivlan Zen memang tidak kuat untuk berjalan kaki. Sehingga, kata dia, membutuhkan alat bantu berupa kursi roda.
"Pakai kursi roda karena tidak kuat lagi jalan," tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmur membenarkan informasi yang diterima Tribunnews.com bahwa pihaknya telah menerima berkas perkara tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen dari Kejari Jakarta Pusat.
Makmur juga membenarkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang perkara itu pada 10 September 2019.
"Iya, benar," kata Makmur ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Rabu (4/9/2019).
Baca: Polri Sebut 4 Korban Kecelakaan Maut Tol Cipularang Diketemukan di Tiga Kendaraan Berbeda
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian menyerahkan Kivlan Zen dan Habil Marati secara bersamaan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Diketahui, Kivlan Zen adalah tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan Habil Marati adalah tersangka kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan berkas perkara Kivlan Zen dan Habil Marati telah dinyatakan lengkap atau P21. Sehingga keduanya diserahkan kepada kejaksaan.
"Jadi, (berkas perkara) untuk tersangka KZ sudah P21 pada tanggal 16 Agustus dan (berkas perkara) tersangka HM (dinyatakan lengkap alias P21) tanggal 21 Agustus kemarin," ujar Argo, di Polda Metro Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Diketahui, polisi telah menetapkan Kivlan Zen sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Penetapan tersangka itu berkaitan dengan pengembangan kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Kivlan kemudian ditahan di Rutan Guntur Polda Metro Jaya sejak 30 Mei 2019 selama 20 hari. Polisi selanjutnya memperpanjang masa penahanan Kivlan selama 40 hari terhitung sejak Selasa (18/6/2019) lalu.
Baca: Gaya Kivlan Zen Saat Sidang Pembacaan Dakwaan
Terkait kasus tersebut, Kivlan Zen sempat menggugat Polda Metro Jaya ke sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, gugatan tersebut ditolak seluruhnya oleh Hakim yang memeriksa perkaranya dan ia pun tetap berstatus menjadi tahanan Polda Metro Jaya terkait kasus senjata api ilegal.
Sementara itu, polisi telah menangkap dan menetapkan Habil Marati sebagai tersangka kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Wadirkrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary sebelumnya menyebut, Habil berperan sebagai pemberi dana sebesar Rp 150 juta kepada Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen untuk keperluan pembelian senjata api terkait rencana pembunuhan terhadap para tokoh tersebut.
Para tokoh yang menjadi target pembunuhan itu di antaranya adalah Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menkopolhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.