News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BJ Habibie Jatuh Sakit

Kisah Cinta Habibie dan Ainun, Cara Habibie 'Nembak' Ainun & Momen Haru Perayaan Pernikahan Terakhir

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut kisah cinta Habibie dan Ainun, dari cara Habibie 'menembak' Ainun hingga momen haru di perayaan pernikahan terakhir sebelum Ainun meninggal.

Meski begitu, Ainun tak pernah marah dipanggil dengan sebutan-sebutan itu.

"Ya hebatnya Ainun, dia enggak marah. Karena dia enggak marah, itu yang namanya Habibie malu," ucapnya.

2. 'Dijodohkan' Ibunda

Tak sampai satu tahun Habibie menganyam pendidikan di Institut Teknokogi Bandung (ITB), ia melanjutkan pendidikan ke Jerman.

Sewindu tak bertemu Ainun, ia pulang ke Tanah Air.

Ibunda Habibie kemudian mengajaknya ke rumah Ainun.

Habibie sempat malu karena sempat menyindir Ainun dengan sebutan "gendut, hitam dan jelek".

Padahal, keluarga Ainun sangat baik padanya.

Rupanya, sang ibu khawatir Habibie memadu kasih dengan perempuan Eropa.

"Ibu saya punya program sendiri. Yaitu si Rudy (panggilan Habibie) daripada ketemu orang-orang bule dan dia gitu (pergaulannya)," kata dia.

Pada saat itulah Habibie kembali bertemu dengan Ainun.

Ia sempat kaget melihat Ainun yang lebih cantik daripada Ainun yang dikenalnya sebelumnya.

"Ainun, cantiknya. Kok gula Jawa jadi gula pasir," ucap Habibie.

3. Cara Habibie "Nembak" Ainun

Dalam buku "Habibie dan Ainun" yang ditulisnya, Habibie menceritakan momen pertama kali dirinya mengungkapkan isi hati kepada Ainun.

Dilansir Kompas.com, momen tersebut terjadi pada 9 Maret 1962, malam hari Raya Idul Fitri.

Habibie awalnya ingin mengajak Ainun untuk menonton film di bioskop.

Namun, cuaca Bandung, kala itu, demikian cerah.

Habibie pun mengajak Ainun berjalan kaki, ke mana saja.

"Saya ajak Ainun berjalan kaki dari rumah di Jalan Rangga Malela ke Kampus Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sekarang ITB, melewati bekas sekolah kami di Jalan Dago dan kembali ke Rangga Malela," tutur Habibie dalam bukunya.

Kurang lebih satu jam berjalan kaki, Habibie bertanya, "Ainun, maafkan sebelumnya, jikalau saya mengajukan pertanyaan yang mungkin dapat menyinggung perasaanmu.

Saya tidak bermaksud mengganggu rencana masa depanmu. Apakah Ainun sudah memiliki kawan dekat?"

Ainun terdiam.

Habibie mengulangi pertanyaannya.

Kali ini, ia menambah kalimatnya dengan penekanan pentingnya ketulusan mengemukakan isi hati kami, apa adanya.

Ainun masih terdiam.

Dia kemudian menghentikan langkah dan menatap mata Habibie dalam-dalam.

Ainun menjawab, "Saya tidak memiliki kawan atau teman dekat dan khusus."

Habibie berdebar kencang mendengar kalimat Ainun.

Mata mereka beradu.

Saling menggetarkan hati sama lain, khususnya Habibie yang tujuh tahun memendam rindu bertemu Ainun karena harus bersekolah di Jerman.

Tanpa disadari, waktu pun berlalu.

Masih di malam itu, langkah Habibie dan Ainun membawa kembali ke rumah Jalan Rangga Malela.

Masih banyak tamu dan beberapa pemuda duduk di depan rumah.

Mereka memperhatikan kedatangan Habibie dan Ainun.

"Sejak itu, saya secara batin tidak pernah berpisah dengan Ainun dan demikian pula Ainun dengan saya..."

Akhirnya, setelah melalui pendekatan dan saling jatuh cinta, Habibie dan Ainun menikah pada 12 Mei 1962.

4. Pilihan Sulit Ainun Sebagai Istri Habibie

Harian Kompas, pada 8 Februari 1997 silam, pernah mempublikasikan artikel mengenai kehidupan pernikahan yang dijalani Ainun bersama Habibie.

Dilansir Kompas.com, ketika menikah dengan Habibie, ia dihadapkan dengan dua pilihan.

Pilihan tersebut yakni bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan dan berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga.

Setelah berdiskusi dengan sang suami, Ainun akhirnya memilih yang kedua.

Ainun berpandangan, yang lebih maju dan berpenghasilan lebih besar harus jadi penopang keluarga.

Salah satu harus mengalah.

Dalam satu keluarga tidak bisa ada dua kapten.

Ainun yang melihat suaminya amat energetik merasa ia sudah semestinya tak menghambat.

"Kalau orang energetik, kerjanya begitu keras, kompensasinya justru romantik, aleman... he loves such small gestures (ia lalu senang dengan perhatian-perhatian kecil).

Karenanya, saya yang tahu sifatnya itu, harus menyesuaikan. Kalau orang menikah, `kan harus the big you and the small I," ujar Ainun seperti dikutip Solichin Salam dalam biografi BJ Habibie Mutiara dari Timur (1986).

Salah satu hal yang kuat tercermin dari pribadi Ainun adalah kesetiaan dan keyakinan pada peranan istri yang suportif terhadap suami dan keluarga.

"Kalau istri banyak ngomel, rewel, dan cerewet, suami jadi tidak luwes bergaul. Akhirnya tidak bisa maju dalam pekerjaan. Sedapat mungkin suami harus bebas dari keruwetan rumah tangga agar bisa leluasa berpikir tentang pekerjaan," kata Ainun seperti dikutip dalam Mutiara dari Timur.

5. Perayaan Ulang Tahun Pernikahan Terakhir

Habibie sedang mencium istrinya, Ainun Habibie yang sedang koma, 21 Mei 2010 silam. (Tribunnews/Rahmat Hidayat)

Setelah Ainun wafat, Habibie menulis buku berjudul Habibie & Ainun.

Buku tersebut menceritakan kehidupan cinta dan pernikahan mereka hingga Ainun wafat.

Lantas, buku itu diadaptasi ke layar lebar berjudul sama yang dirilis pada 20 Desember 2012 lalu.

Salah satu petikan dalam buku tersebut yang menyentuh hati adalah kala mereka merayakan hari jadi pernikahan ke-48, seperti dikutip Tribunnews dari Kompas.com.

"Ainun, tahukah hari ini hari apa?" Habibie bertanya.

Ainun mengangguk.

"Hari pernikahan kita selama enam windu atau 48 tahun," ujar Habibie.

Ainun kembali mengangguk sembari tersenyum.

Memandang Habibie dengan wajah cerah, tetapi aura sedihnya tetap tidak dapat disembunyikan.

Habibie kemudian mencium bibir Ainun sembari berbisik, "Saya selalu akan mendampingimu di mana pun kamu berada. Jiwa, roh, dan batin kita sudah menyatu dan manunggal sepanjang masa."

Ainun terdiam.

Air matanya menetes diiringi senyum.

Demikian penggalan momen yang Habibie tuliskan dalam buku Habibie dan Ainun.

Momen itu terjadi pada Rabu, 12 Mei 2010, tepat pukul 10.00 WIB, di ruang ICCU, tempat Ainun dirawat.

Tumor ganas terus menjalar dan menggerogoti kesehatan Ainun.

Habibie kemudian memanjatkan doa.

Berikut kutipan doa itu :

"Terima kasih Allah, ENGKAU telah lahirkan saya untuk Ainun dan Ainun untuk saya. Terima kasih Allah, ENGKAU telah pertemukan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. Terima kasih Allah tanggal 12 Mei 1962 ENGKAU nikahkan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. ENGKAU titipi kami Bibit Cinta murni, sejati, suci, sempurna dan abadi. Sepanjang masa kami sirami titipanMU dengan Kasih Sayang, nilai Iman, Takwa dan Budaya. Kini 48 tahun kemudian, Bibit Cinta telah menjadi Cinta yang paling indah, Sempurna dan Abadi. Ainun dan saya bernaung di bawah Cinta milikMU ini dipatri menjadi manunggal sepanjang masa. Manunggal dalam Jiwa, Hati, Batin, Nafas dan semua yang menentukan dalam kehidupan. Terima kasih Allah, menjadikan kami Manunggal kami sepanjang masa. Berilah kami kekuatan mengatasi segala permasalahan yang sedang dan masih akan kami hadapi. Ampunilah dosa kami dan lindungilah kami dari segala pencemaran Cinta Abadi kami."

Kata demi kata Habibie diperhatikan betul oleh Ainun dan ia menganggukkan kepalanya setiap Habibie menyelesaikan kalimat per kalimat.

"Sambil mengelus kepala Ainun, kami ulangi bersama doa yang sebelumnya saya bisikkan di telinganya. Bibir Ainun bergetar memanjatkan doa kami, kata demi kata dengan mata air berlinang. Saya harus menahan diri dan dokter dan perawat yang kebetulan masuk ke kamar, diam dan penuh pengertian segera meninggalkan kami berdua," tulis Habibie.

6. Sempat Benci Semua Dokter

Saat Ainun meninggal dunia, Habibie mengaku sempat membenci semua dokter.

"Terus terang waktu Ainun meninggal, saya benci semua dokter. Semua dokter menurut saya gagal. Saya marah sekali," ujar Habibie dalam acara Rosi, dikutip Tribunnews dari Kompas.com.

Arlis Reksoprojo, seorang dokter yang juga sahabat Ainun, tak luput dari sasaran amarah Habibie saat itu.

Habibie masih terus mempertanyakan mengapa tak seorang pun bisa menyelamatkan Ainun sehingga ia harus kehilangan istri tercintanya.

"Kasihan Arlis," tuturnya.

Habibie mengaku juga sempat marah-marah kepada seorang profesor doktor asal Jerman yang merupakan guru besar nomor satu dalam bidang ilmu kedokteran.

Arlis yang saat itu berada di sebelahnya sampai mengira Habibie gila.

Namun, beberapa bulan kemudian Habibie meminta maaf pada profesor tersebut.

Kondisi Habibie pun dapat dipahami.

"Saya minta maaf. Prof, maaf saya kurang ajar," ujar Habibie.

Mereka yang dimarahi Habibie mengaku sudah biasa menjadi sasaran amarah seseorang yang kehilangan keluarga atau kerabat dekatnya.

"Saya pikir, setiap orang yang kehilangan kawan atau bagian dari dirinya sendiri akan bereaksi seperti itu," kata Habibie.

7. Merasa Bersalah Atas Kematian Ainun

Habibie mengaku menyalahkan dirinya sendiri atas kematian sang istri.

Hal itu disampaikannya dalam acara "Rosi Spesial Kemerdekaan: Habibie, Kemerdekaan dan Cinta" di Kompas TV, 17 Agustus 2017 silam.

Dilansir Kompas.com, awalnya Habibie mengungkapkan istrinya tak mengaku jika sudah mengidap kanker ovarium stadium 4.

Ia pun memaksa Ainun untuk menjalani pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) hingga akhirnya mengetahui penyakit kanker yang diidap Ainun.

Begitu mengetahui ada kanker yang bersarang di tubuh Ainun, Habibie langsung menghubungi Kedutaan Besar Jerman agar disediakan visa, sebab dirinya hendak membawa Ainun berobat ke Muenchen, Jerman.

"Data Ainun paling lengkap di Muenchen," kenang Habibie.

Setelah mendapat visa, Habibie akhirnya menghubungi seorang profesor di Jerman untuk dimintai tolong mengobati Ainun.

Lantas ia pun mencari tiket untuk berangkat ke Muenchen untuk enam orang.

Namun, ternyata tiket untuk berangkat ke Jerman telah habis.

Ia pun mengontak maskapai penerbangan Jerman, Lufthansa.

Ternyata, ia juga kehabisan tiket.

Selang beberapa saat kemudian, Habibie dihubungi Lufthansa.

Mereka mengatakan ada enam orang yang khusus memberikan tiketnya untuk keluarga Habibie.

"Saya tanya, itu orang Indonesia atau orang luar negeri? Mereka bilang itu orang luar negeri. Katanya mereka mau ngasih tiketnya untuk Pak Habibie. Lantas saya bilang saya ingin ucapkan terima kasih kepada mereka," tutur Habibie.

Habibie juga menceritakan keinginan Ainun yang tak mau meninggal dunia di luar negeri sebelum berangkat ke Jerman untuk berobat.

"Saya bilang siapa bicara mati. Yang tentukan orang mati adalah Tuhan. Tapi kasih tahu kendala sebelum berangkat, kok kenapa ini (jalan) terbuka semua, ini kan berarti sinyal dari atas, terus dia (Ainun) bilang oke saya nurut kamu (Habibie)," ujar Habibie.

"Maka kalau saya berhadapan dengan orang yang saya harus bantu (karena) dia sakit saya merasa terpukul kok saya bisa bantu orang lain, (tapi) istri saya tidak. Saya merasa bersalah," kenang Habibie lagi.

8. Kisah Cinta Dijadikan Film

Presiden RI ke-3 BJ Habibie dan Maudy Ayunda ditemui saat jumpa pers film Habibie Ainun 3, MD Place Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019). (Tribunnews.com/Bayu Indra Permana)

Kisah cinta Habibie dan Ainun pun diangkat ke layar lebar.

Film pertama, "Habibie & Ainun", dirilis pada 2012.

Kisah film pertama tersebut berfokus pada perjalanan cinta Habibie-Ainun.

Film kedua, "Rudy Habibie", merupakan film serial lanjutan yang dirilis pada 2016.

Pada film itu, cerita akan berfokus pada masa muda Habibie.

Tahun ini, rumah produksi MD Pictures memproduksi film ketiga.

Kisah Habibie dan Ainun akan dikemas dalam Habibie & Ainun 3.

Dilansir Kompas.com, produser Manoj Punjabi mengatakan, film Habibie & Ainun 3 akan mengisahkan kehidupan Hasri Ainun Besari pada masa mudanya.

"Jadi apa bedanya? Permulaan mulai dari Habibie & Ainun yang adalah menurut saya Romeo and Juliet-nya kita semua. Kedua Rudy Habibie, kita bicarakan cerita perjalannya Pak Habibie dari masa mudanya, perjuangannya," kata Manoj saat jumpa pers di MD Place, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).

"Sekarang kita akan angkat cerita Ainun di masa muda. Saya enggak akan panjang lebar. Soon kita akan first look tentang Habibie & Ainun 3," sambungnya.

Manoj bercerita, penulisan skenario film yang disutradarai oleh Hanung Brahmantyo itu memakan waktu hingga dua tahun.

Sementara itu, tokoh Ainun akan diperankan oleh aktris sekaligus penyanyi, Maudy Ayunda.

Film "Habibie & Ainun 3" ini rencananya akan dirilis Desember 2019.

9. Dibuatkan Monumen

Monument Cinta sejati Ainun Habibie, berdiri kokoh di Alun-alun Kota Parepare, Sulawesi Selatan. (KOMPAS.com/Suddin Syamsuddin)

Monumen Cinta Sejati Ainun Habibie di Kota Parepare, Sulawesi Selatan diresmikan oleh BJ Habibie, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Agus Arifin Nu’mang, dan Wali Kota Parepare Taufan Pawe di alun-alun Kota Parepare, Selawesi Selatan.

Peresmian itu dilaksanakan pada 12 Mei 2015 lalu.

Dilansir Kompas.com, peresmian ini bertepatan dengan hari dan tanggal pernikahan Habibie dan Ainun.

“Monumen Cinta Sejati Ainun Habibie ini, dibuat untuk mengenang cinta sejati Habibie bersama Ainun, dan untuk menginspirasi warga Parepare. Selain itu Monumen Cinta sejati Ainun Habibie, ini adalah kado Pernikahan untuk Habibie di hari ulang tahun pernikahannya dengan Ibu Ainun," kata Taufan Pawe dalam sambutannya.

Rasa haru tak bisa disembunyikan pada wajah Habibie.

Rasa gembira dan tawa khas terlihat saat ia bersama para kepala daerah saat menekan serine, pertanda Monumen Cinta sejati Ainun Habibie diresmikan.

“Saya minta setiap perayaan ulang tahun pernikahan kami (Ainun dan Habibie) dua Puisi karya saya sendiri dan karya Agus S Satos, yang saya dapatnya di Internet, untuk saya dan Istri,” kata Habibie dalam sambutannya.

Habibie berharap, monumen tersebut bisa menginspirasi warga Parepare untuk cinta terhadap istri dan suami mereka.

(Tribunnews.com, Citra Agusta PA/Kompas.com, Nabilla Tashandra, Ira Gita, Sakina Rakhma, Fabian Januarius, Rakhmat Nur H, Suddin Syamsuddin)
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini