News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Pimpinan KPK

Irjen Firli Bahuri Terpilih Sebagai Ketua KPK, Kasus Kontroversialnya hingga Kata Fahri Hamzah

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolda Sumsel Irjen Pol Firli Bahuri berjalan meninggalkan ruang rapat Komisi III DPR usai menjalani uji kelayakan Capim KPK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019). Firli Bahuri ditetapkan sebagai Ketua KPK setelah memperoleh suara terbanyak dalam voting yang digelar Komisi III DPR.

Seperti yang diketahui, nama Firli Bahuri sebelumnya menuai banyak kontroversi karena mendapat penolakan dari sejumlah pihak, tak terkecuali internal KPK.

KPK bahkan menyatakan, Irjen Firli yang merupakan mantan Deputi Penindakan KPK telah melakukan pelanggaran etik berat.

Menurut Penasihat KPK, Muhammad Tsani Annafari, Firli Bahuri melakukan pelanggaran hukum berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.

Penasihat KPK, Mohammad Tsani Annafari mendaftar sebagai calon pimpinan (Capim) KPK, Kamis (4/7/2019) siang di Kantor Setneg, Jakarta Pusat. (Tribunnews.com/Theresia Felisiani)

"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).

Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan pada tiga peristiwa.

Peristiwa pertama, yaitu pertemuan Irjen Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2019 lalu.

Baca: Capim KPK Firli Bahuri: Dekatlah dengan Teman, tapi Harus Lebih Dekat dengan Musuh Anda

Baca: Bicara Mitigasi Korupsi, Capim KPK Firli Bahuri Ambil Sampel Proyek Pemindahan Ibu Kota

Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.

Firli tercatat pernah menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018, sebelum menjadi Deputi Penindakan KPK.

Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK Pada 8 Agustus 2018.

Kemudian yang ketiga, Firli Bahuri pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Dalam catatan Kompas.com pada 10 April 2018 silam, telah muncul juga sebuah petisi mengatasnamakan Pegawai KPK, yang ditujukan kepada Pimpinan KPK terkait adanya potensi hambatan dalam penanganan kasus.

Petisi itu berjudul, "Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus."

Baca: Wa Ode Sebut Satu Suara PAN untuk Capim KPK Firli Bahuri

Baca: Masinton: Saya Akan Usulkan Kepada Teman-teman di Komisi III Untuk Tetap Memilih Firli Bahuri

Petisi itu menjelaskan, belakangan ini jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke tingkat pejabat yang lebih tinggi, kejahatan korporasi, maupun ke tingkatan tindak pidana pencucian uang.

Kapolda Sumatera Selatan sekaligus calon pimpinan KPK, Irjen Pol Firli Bahuri usai melaksanakan tes pembuatan makalah di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2019). (Tribunnews.com/ Rizal Bomantama)

Petisi itu mengungkap 5 poin, yaitu terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian; tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup; dan tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini