TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat literasi dan mantan wartawan Maman Suherman menilai rakyat harus mengawasi Dewan Pengawas (Dewas) KPK setelah disahkannya Undang-Undang KPK.
Tidak hanya itu, ia bahkan yakin rakyat memiliki kekuatan untuk menekan Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jika memang nanti Dewas KPK dilnilai menghambat upaya pemberantasan korupsi KPK.
Hal itu disampaikannya usai Bedah Buku dan Seminar Nasional bertajuk "Peran Perguruan Tinggi dalam Memerangi Korupsi di Indonesia: Telaah Sandi Komunikasi Korupsi" di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Selasa (17/9/2019).
"Bahkan setelah kewenangan KPK dipangkas. Rakyat yang akan langsung mengawasi Dewasnya. Apakah Dewasnya akan menghambat atau tidak. Kalau betul-betul menghambat, ayo dong tekan Presiden untuk mengeluarkan Perpu dan sebagainya. Jadi kuncinya di KPK adalah kedaulatan rakyat. Tidak ada rakyat yang mau korupsi merajalela," kata Maman.
Menurutnya, rakyat memiliki kemampuan untuk itu karena memang rakyatlah yang memilih Presiden dan para anggota DPR itu.
Baca: Pegawai KPK Jadi ASN, Dapat Ganggu Independensi KPK
"Publik yang harus menekan. Dalam konteks apapun rakyat yang menjadi superbody. Mereka menjadi anggota DPR dan Presiden karena rakyat. Berarti yang superbodynya rakyat. Rakyat harus melek terus menerus," kata Maman.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019) kemarin malam.
Pembahasan dan pengesahan Revisi UU KPK dikebut hanya melalui dua rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR.
"Jika apa yang kami terima dari media adalah benar, UU KPK versi revisi akan melumpuhkan penindakan KPK," kata Laode kepada wartawan, Selasa (17/9/2019).
Bahkan menurut Laode, Revisi UU KPK yang telah disahkan kemarin telah melampaui instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Revisi yang disepakati kemarin bahkan melampaui instruksi Presiden yang disampaikan dalam konferensi pers minggu yang lalu," tandas Laode.
Revisi UU KPK tersebut menuai banyak polemik sebab dinilai akan melemahkan dan membatasi ruang gerak KPK.
Meski begitu, Jokowi tetap menyetujui usulan yang diinisiasi DPR tersebut dan membahasnya hingga disahkan hari ini.
Setidaknya ada enam poin dalam Revisi UU KPK yang disahkan, yakni pembentukan Dewan Pengawas oleh presiden, kewenangan SP3 dan deponering, penyadapan dan penggeledahan harus seizin Dewan Pengawas, seluruh Pegawai KPK adalah ASN, penyidik KPK hanya berasal dari Kepolisian, Kejaksaan, atau ASN yang diberi kewenangan penyidikan oleh UU, dan kedudukan KPK sebagai lembaga dalam rumpun eksekutif.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah beralasan percepatan pengesahan Revisi UU KPK dilakukan untuk mengejar penghujung masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019.
Di samping itu, kata Fahri, ada banyak RUU lainnya yang mesti disahkan.
"Ya, karena ini udah di ujung. Semua undang-undang begitu. Ini ada delapan sampai sepuluh undang-undang yang dalam antrian, dan rapatnya sama. Undang-undang Karantina, Undang-Undang Koperasi, Undang-Undang Perkawinan kemarin, Undang-Undang MD3 kemarin, ini masih ada lagi Undang Undang Pertanahan, ada undang-undang yang terkait dengan pertanian, dan sebagainya, pertahanan juga ada, banyak," kata Fahri.