Dalam pasal 278, disebutkan bahwa:
"Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II."
Besaran denda untuk Kategori II yakni Rp 10 juta sesuai dengan Pasal 79.
Pada pasal selanjutnya yakni Pasal 279 disebutkan dengan jelas soal larangan hewan ternak berkeliaran di pekarangan yang disiapkan untuk ditanami.
Setelah diminta Presiden Jokowi untuk mengkaji dan menyaring suara masyarakat, Menkumham Yasonna Laoly langsung mengadakan konferensi pers.
Yasonna menjelaskan berbagai pasal yang menjadi kontroversi termasuk pasal unggas.
Pasal soal unggas masih dipertahankan di RKUHP dengan alasan masih dibutuhkan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mengandalkan sektor agraria.
Menurut Yasonna, pasal ini dibuat untuk mencegah tindak usil dari para oknum.
"Ini sudah ada di KUHP yang sekarang, enggak diprotes sebelumnya. Mengapa ini masih diatur? Kita ini masih banyak desa, masyarakat kita masih banyak yang agraris, banyak yang jadi petani, masyarakat yang membuatkan sawah dan lain-lain, kadang ada orang yang usil," katanya, di kantor Kemenkumham Jakarta, Jumat (20/9/2019) dikutip dari Kompas.com.
Soal denda, RKUHP hanya menyesuakan dengan nilai rupiah saat ini.
Yasonna menegaskan bahwa pelanggar pasal tersebut hanya akan dikenai denda.
"Jadi, dia enggak pidana badan, dia hanya denda dan itu ada di KUHP," tambahnya.
Dalam KUHP lama, larangan tersebut juga diatur dalam Pasal 548 dengan denda sebesar Rp 225.
Sementara untuk Pasal 549 yang isinya sama dengan pasal 279 denda yang dikenakan yakni Rp 375.
Beberapa pasal lain yang menjadi kontroversi yakni yakni soal gelandangan, perzinaan, kumpul kebo, aborsi, kritik Presiden, unggas, serta alat kontrasepsi.
(Tribunnews.com/Miftah, Kompas.com/Dylan Aprialdo Rachman)