Menurutnya, penundaan pengesahan RKUHP bisa dimaknai secara substansial.
Mengutip Kompas.com, pemaknaan substansial yang dimaksud Anam adalah seharusnya Presiden membuka ruang-ruang diskusi dengan sejumlah elemen terkait rencana pengesahan RUU.
Saat ditemui di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta Pusat, Anam mengatakan banyak poin-poin dalam RKUHP yang dinilai bermasalah.
Ia pun menyebutkan Presiden harus berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk bertatap muka atau mendengarkan aspirasi publik mengenai keberatan-keberatan mereka jika RKUHP disahkan.
"Kalau Presiden belum pernah mendengarkan langsung, ambil inisiatif untuk mengundang berbagai pihak tersebut, apa keberatannya apa gagasannya," ujar Anam.
Lebih lanjut, Anam beberapa pasal dalam RKUHP mengatur tentang isu HAM yang justru tidak berpihak pada masalah HAM.
Namun malah semakin mempersulit penyelesaian kasus penyelenggaraan HAM.
Baca: Ancaman Hukuman Pelaku Aborsi di KUHP Lebih Berat dari RKUHP
Baca: Jokowi Tunda RKUHP, PSI: Terima Kasih Sudah Mendengar Suara Rakyat dan PSI
"Persoalan-persoalan yang nggak perlu dihukum dijadikan persoalan hukum, ada persoalan-persoalan yang harusnya dihukum dengan berat, malah diperingan," kata Anam.
Ia pun meminta masyarakat untuk terus mengawal persoalan RKUHP supaya penundaan tidak hanya soal mengulur waktu.
Tapi, juga menuntaskan pasal-pasal bermasalah.
4. Permintaan ICJR pada Jokowi
Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) meminta Jokowi untuk segera membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan akademisi dan para ahli terkait penundaan pengesahan RKUHP.
"ICJR mendorong Presiden untuk segera membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat akademisi dan ahli dari seluruh bidang ilmu," tutur Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju kepada Kompas.com, Jumat.
Anggara menyebutkan berbagai ahli yang bisa dilibatkan untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah bisa berasal dari bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat serta masyarakat sipil.
Ia mengatakan adanya komite tersebut penting untuk bisa menjaga kebijakan hukum pidana yang dibuat pemerintah.
Disisi lain, RKUHP dapat dibahas secara komprehensif agar substansinya sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional dan mendapat dukungan dari masyarakat.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari/Fitria Chusna Farisa/Kristian Erdianto)