News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kebakaran Hutan dan Lahan

52 Lahan Konsesi di Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng dan Kaltim Disegel

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P meninjau lokasi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Selasa (17/9/2019). Turut serta dalam peninjauan ini diantaranya Menkopolhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Menteri LHK Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., Menpupera Basuki Hadimuljono, Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kapolri Jenderal Pol Prof. H.M. Tito Karnavian, Ph.D., Gubernur Riau Drs. H. Syamsuar, M.Si. dan Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo. (PUSPEN TNI)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani memastikan 52 lahan konsensi perusahaan yang diduga terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) disegel.

Lahan yang disegel memiliki luas lebih dari 9 ribu hektar. KLHK juga sudah menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka karhutla.

"Lahan yang kami segel itu berada di kawasan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur," ujar Rasio Ridho Sani, Sabtu (21/9/2019).

"Tak menutup kemungkinan bertambahnya perusahaan yang akan ditetapkan sebagai tersangka maupun lahan yang disegel. Kami juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar segera menetapkan sanksi administratif mulai dari perintah perbaikan, pembukuan hingga pencabutan izin," tegasnya.

Baca: Fahrul Rozi Bingung dan Tak Tahu Bagaimana Nasibnya Setelah Digantikan Mulan Jameela

Wakil Presiden terpilih sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kiai Maruf Amin menegaskan, haram hukumnya melakukan aksi pembakaran hutan dan lahan (Karhutla).

"MUI sudah ikut berpartisipasi membuat fatwa haram," kata Kiai Maruf kemarin.

Baca: Kembali Dipanggil Presiden Joko Widodo, Adian Napitupulu Justru Minta Ampun Soal Jabatan Menteri

Baca: Gempa Bumi Berkekuatan Magnitudo 6,4, Minggu (22/9/2019) Guncang Maluku, Ini Penjelasan BMKG

Fatwa haram Karhutla ini diharapkan agar para pelaku tidak lagi-lagi mencoba untuk membuka lahan dengan cara membakar.

"Karena ini memang ada yang tentu dengan fatwa itu kemudian tidak berani," ujarnya.

Namun, fatwa yang dikeluarkan MUI dikatakan Maruf bersifat pedoman dan arahan.

"Tapi ada yang tak cukup dengan fatwa. makanya perlu ada tindakan dan penegakan hukum. Kalau sifat fatwa itu bimbingan, ajakan, pedoman arahan, tapi kalau enggak bisa diarahkan ya law enforcement, penegakan hukum," kata dia.

Mabes Polri sebelumnya mengungkap kembali bertambahnya tersangka kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah Indonesia.

Baca: Kronologis Puluhan Penabuh Balaganjur Keracunan Makanan

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan hingga saat ini tercatat kepolisian telah menetapkan 249 individu dan 6 korporasi sebagai tersangka karhutla.

"Sampai saat ini ada 249 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ini berproses, sementara korporasi ada 6," ujar Iqbal.

Ia tak merinci secara detail terkait jumlah tersangka individu di masing-masing wilayah.

Namun untuk korporasi, Iqbal menyebut di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan Timur memiliki masing-masing 1 tersangka korporasi.

Sementara di wilayah Kalimantan Barat terdapat dua korporasi yang menjadi tersangka.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani menambahkan, pihaknya juga menyiapkan gugatan perdata terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan.

"Sejak 2015 kami sudah ajukan gugatan perdata terhadap 17 perusahaan yang diduga menyebabkan karhutla. Sembilan sudah inkracht dan nilai gugatan sampai ganti ruginya mencapai Rp 3,9 triliun," kata dia.

KLHK, saat ini tengah berkonsultasi dengan sejumlah ahli dalam mempertimbangkan perampasan keuntungan tersebut.

Menurutnya, perampasan keuntungan itu akan diterapkan dengan cara menelusuri lahan-lahan yang sempat terbakar dan beralih fungsi menjadi perkebunan.

Baca: 10 Cara Mengatasi Lutut dan Siku yang Menghitam, Gunakan Bahan-bahan Sederhana yang Ada di Rumah

"Kalau kebakaran dua tahun lalu kan masih bisa dilacak. Kami bisa melihat, terbakar dua tahun yang lalu, sekarang menjadi kebun sawit atau kebun-kebun yangg lain, tentu kami bisa lakukan perampasan keuntungan itu," ujarnya.

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Akibatnya, kabut asap menyelimuti sejumlah kota dan mengganggu aktivitas serta kesehatan warga.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Kamis lalu pukul 16.00 WIB, total ada 328.724 hektar lahan yang terbakar dengan 4.319 titik panas selama Januari-Agustus 2019.

Provinsi Kalimantan Tengah memiliki titik api paling banyak yaitu sejumlah 1.996 titik, kemudian diikuti Kalimantan Barat (1.150); Kalimantan Selatan (199); Sumatera Selatan (194); Jambi (105); dan Riau (14).

Juru Kampanye WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Zenzi Suhadi mengatakan perusahaan atau pihak lainnya yang diduga melakukan perbuatan membakar hutan dan lahan bisa langsung digugat dengan pasal pidana sebagai tindakan penegakan hukum.

Karena menurutnya pemberian sanksi administratif yang selama ini diterapkan pemerintah tak memberi efek jera.

Menurutnya lokasi pembakaran hutan dan lahan yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan sanksi administratif yang dilakukan pemerintah tak membuat perusahaan jera.

Baca: Beredar Foto Citra Kirana & Rezky Aditya Kumpul Keluarga Besar, Isyaratkan Pernikahan Semakin Dekat?

Penegakan hukum atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seharusnya bisa langsung masuk pidana saja karena sanksi administratif tak memberi efek jera.

"Sanksi administratif juga memberi ruang perusahaan untuk melakukan sesuatu," ungkap Zenzi dalam diskusi kemarin.

Zenzi mengatakan sanksi dengan efek jera harus diterapkan pemerintah karena ada indikasi modifikasi lahan gambut oleh perusahaan pemilik lahan konsesi sehingga lahan gambut menjadi lebih rawan terbakar.

"Modifikasi lahan gambut oleh perusahaan harus menjadi pertimbangan pemberian sanksi kepada perusahaan. Kami pernah menemukan fakta bahwa ada perusahaan yang memodifikasi lingkungan yakni sungai dengan membelokkannya ke arah perkampungan hingga menimbulkan banjir di sana," kata dia.

Zenzi meminta pemerintah mengubah pola pikirnya dalam mengelola lahan gambut. Termasuk melakukan penegakan hukum pada pelanggar pengelolaan kawasan gambut sebagai upaya pencegahan kebakaran di lahan gambut.

Baca: Adityawarman Boyong Grand Prize Mobil Mewah lewat Program Berkah Energi Pertamina

"Pengelolaan lahan gambut sudah seharusnya jangan parsial dengan hanya melakukan penegakan hukum. Penegakan hukum di sekitar lahan gambut perlu dilakukan terutama untuk memastikan pemeliharaan lahan gambut seperti menggunakan sekat kanal serta upaya menjaga kandungan air dalam lahan gambut lainnya terus terjaga," tegasnya. (tribun network/zal/den)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini