"Mereka enggak pernah dialog dan ketemu terus tiba-tiba ramai. Kita enggak tau konteksnya seperti apa dan bingung, apa yang harus dibela?" aku Fahri Hamzah.
Wakil Ketua DPR RI itu menyatakan, tak ada yang dikatakan mahasiwa di aksi tersebut yang lebih baik dari masa lalu.
"Di RKUHP ini kita atur kehidupan yang lebih baik, semua salah paham. RKUHP itu mustahil produksi DPR semata karena UU selalu dibuat dan merupakan domain eksekutif."
"Ini UU mengatur hidup kita dari bangun hingga tidur lagi. Terdapat 628 pasal di RKUHP baru," imbuh Fahri Hamzah.
Baca: Raja Sapta Oktohari Dapat Dukungan dari Sesmenpora dan Erick Thohir Jadi Ketua KOI
Baca: Polisi Berpakaian Sipil Sisir Jalan Gelora di Palmerah
Baca: Yenny Wahid Minta DPR dan Pemerintah Berjiwa Besar Terima Masukan Mahasiswa
Baca: Soroti RKUHP soal Kumpul Kebo, Hotman Paris Bicarakan tentang Nasib Kawin Siri jika Benar Disahkan
Fahri Hamzah menegaskan, yang masuk ke dalam RKUHP itu merupakan ruh dan nafas demokrasi.
"Tetapi karena teman-teman membukanya langsung yang baru dan kaget. Padahal di UU lama itu lebih jahat dan dianggap kontroversial," ucap Fahri Hamzah.
Tak hanya itu, Fahri Hamzah juga menyoroti bahwa mahasiswa yang diajak berdialog saat aksi tersebut menolak.
"Padahal kita ingin mengecek satu per satu pasalnya itu. Lebih baik teman-teman mendukung RKUHP yang baru karena lebih sesuai reformasi dan demokrasi."
"Lebih sesuai perjuangan mahasiswa juga. Gila apa saya mendukung UU otoriter, mustahil lah karena kita mempertaruhkan nyawa dan hidup," imbuh Fahri Hamzah seraya gebrak meja.
Fahri Hamzah menjelaskan, jika mahasiswa dan masyarakat tak mendengar hal yang sebenarnya dari RKUHP tersebut.
"Makanya salah denger itu kalian. Kalau ketemu saya sudah beres itu, gak harus seperti ini kondisinya. Lebih baik anda balik dan bilang salah baca RKUHP."
"Jangan mau dibohongi orang, kita udah capek," tegas Fahri Hamzah.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa kembali melakukan aksi demo di depan gedung DPR Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Para mahasiswa kembali menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).