Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2019 nanti, Badan Intelejen Negara (BIN) menganalisa masih ada pergerakan massa.
Meski demikian, pergerakan massa disebut Heru, tergolong dapat dikontrol oleh aparat keamanan baik Polisi dan TNI.
Hal itu dikemukakan oleh juru bicara BIN, Wawan Heru Purwanto saat mengujungi kantor Tribun Network, di Palmerah, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
"Kalau dilihat dari peredaran berita itu kan ngajak terus (aksi) masih akan ada (aksi jelang pelantikan)," ujar Wawan.
Baca: Arteria Dahlan Sebut Ada Oknum Dari Gunung Masuk Kota Wamena Sebelum Kerusuhan Terjadi
Baca: Dua Pekan Operasi Nila, Polres Metro Bekasi Kota Ringkus Puluhan Tersangka dan Ribuan Gram Narkoba
Baca: Curiga Istri Tak Sapa Teman Pria di Warung, Pria Ini Malah Cemburu hingga Cakar dan Pukul Muka Istri
Sejauh ini, ia mengungkapkan, TNI bersama kepolisian telah melakukan persiapkan agar pelantikan kepala negara itu berjalan tanpa hambatan.
"Kita menuju tanggal 20 Oktober (pelantikan) dan kita Insya Allah bisalah, kita lakukan pengamanan -pengamanan secukupnya. Di samping itu kita menenangkan publik sehingga publik tidak melakukan langkah-langkah kontraproduktif," jelas dia.
Wawan menuturkan, negara menjamin kebebasan menyampaikan pendapat di ruang publik seperti demo, selama tertib dan terkendali.
Namun, jika terjadi gesekan antara aparat dan pendemo, penanganan aksi massa yang dilakukan adalah mengandalkan soft approching atau pendekatan halus.
"Tugas kami melindungi segenap bangsa, itu gampang diucapkan tapi susah dipraktekan. Aparat lelah kalau dipancing itu manusiawi melakukan defense. Makanya kita berprinsip melakukan soft approching tidak hard approching. Kalau hard nanti terjadi pelanggaran HAM, harus sabar dan emosional stabil," ungkap Wawan.