Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbilang masih cukup tinggi.
Setidaknya, ada 67 persen publik yang mengaku merasa puas dengan kinerja Jokowi di tengah bergulirnya polemik revisi UU KPK di masyarakat.
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukan kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi berada pada angka 12,7 persen untuk yang mengaku sangat puas dan 54,3 persen mengaku cukup puas.
"Masih cukup tinggi tingkat kepuasan kepada Presiden, meskipun menurun dibandingkan Mei 2019, sebesar 71 persen pascapemilu, sekarang agak turun menjadi 67 persen," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).
Baca: Hasil Survei LSI: Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Presiden dan KPK Tinggi, DPR Sebaliknya
Baca: Susy Susanti bilang Perjuangan Tim Bulutangkis Junior Indonesia Luar Biasa
Hal ini pun berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan publik kepada Jokowi yang berada di kisaran angka 71 persen (9 persen sangat percaya, 62 persen cukup percaya).
Menurut Djayadi, Jokowi sebenarnya punya modal yang cukup untuk menghadapi publik.
Khususnya terkait kebijakan-kebijakan lembaga negara yang dianggap kontroversi, seperti RUU KPK.
Baca: Fakta Menarik Setelah Marquez Raih Gelar Juara Dunia pada MotoGP Thailand 2019
Baca: Suami Pergoki Istri Dikunjungi Pria, Ngaku Numpang Salat Tapi Hingga 3 Jam, Tak Tahu Terekam CCTV
Atas dasar itu pula masyarakat, termasuk juga mahasiswa pada pekan lalu menyampaikan pendapat dan aspirasinya di muka umum berharap Jokowi mengambil sikap tegas sesuai dengan tuntutan para demonstran.
Kata Djayadi, hal itu sebenarnya mencerminkan bahwa publik masih menaruh kepercayaan besar kepada presiden dalam konteks tuntutan pembatalan RUU KPK yang baru lewat penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Mungkin karena itu lah publik masih demonstrasi berharap presiden melakukan sesuatu, kalau publik tidak lagi percaya sama presiden maka tidak lagi meminta presiden melakukan sesuatu," kata Djayadi Hanan.
Sebagai informasi, responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya, yakni survei pada Desember 2018 - September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang dan punya hak pilih.
Dari total 23.760 responden, dipilih 17.425 orang yang punya telepon.
Kemudian jumlah responden tersebut kembali dipilih lewat metode stratified cluster random sampling.
Sehingga didapat 1.010 orang sebagai responden survei ini.
Responden diwawancarai lewat telepon pada rentang tanggal 4-5 Oktober 2019.
Toleransi kesalahan (margin of error) falam survei ini kurang lebih 3,2 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berkaca dari survei Pilpres 2019, LSI mengaku metode ini bisa diandalkan untuk memperkirakan sikap politik pemilih.
76,3 persen publik setuju presiden terbitkan Perppu KPK
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional terkait respons publik terhadap Rancangan Undang-Undang KPK yang sudah disahkan DPR RI.
Dari 1.010 responden, sebanyak 70,9 persen publik menilai revisi UU KPK sebagai bentuk pelemahan terhadap KPK.
Sementara 18 persen publik menilai revisi UU KPK sebagai bentuk penguatan KPK.
Sedangkan 11,1 persen publik mengaku tidak tahu.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan saat memaparkan rilis hasil survei yang dilakukan pihaknya.
Baca: Alasan Raisa Bersedia Manggung di Batik Music Festival Candi Prambanan
"Publik setuju. Ada 70,9 persen dari publik yang tahu revisi UU KPK, menyatakan bahwa revisi UU yang baru itu melemahkan KPK. Mayoritas mutlak," kata Dyajadi, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).
"Hanya 18 persen dari publik menyatakan bahwa revisi UU KPK itu menguatkan," tambah dia.
Kemudian, berdasarkan survei 76,3 persen publik setuju bila Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK untuk membatalkan Revisi UU KPK yang baru.
Sementara sisanya, 12,9 persen tidak setuju, dan 10,8 persen menjawab tidak tahu.
"Untuk menghadapi itu, menurut publik jalan keluarnya adalah mengeluarkan Perppu dan itu memang jadi kewenangan presiden," ucap Djayadi.
Menurutnya, dua hasil survei dengan pertanyaan berbeda memperlihatkan bahwa publik berada dalam posisi menginginkan Perppu KPK sebagai jalan keluar untuk mengatasi polemik yang berkembang di masyarakat saat ini.
Baca: YLBHI: Penerbitan Perppu KPK Tidak Akan Runtuhkan Wibawa Presiden
"Jelas sekali publik berada dalam posisi menginginkan bahwa Perppu seharusnya menjadi jalan keluar," kata dia.
Sebagai informasi, responden dalam survei ini dipilih secara acak.
Survei dilakukan dari Desember 2018 hingga September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang dan punya hak pilih.
Baca: MotoGP Pilih Cuitan Orang Indonesia dalam 16 Ucapan Selamat pada Marc Marquez
Dari total 23.760 responden, dipilih 17.425 orang yang punya telepon.
Kemudian jumlah responden tersebut kembali dipilih lewat metode stratified cluster random sampling.
Sehingga didapat 1.010 orang sebagai responden survei ini.
Responden diwawancarai lewat telepon pada rentang tanggal 4-5 Oktober 2019.
Toleransi kesalahan (margin of error) dalam survei ini kurang lebih 3,2 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berkaca dari survei Pilpres 2019, LSI mengaku metode ini bisa diandalkan untuk memperkirakan sikap politik pemilih.
Tidak akan runtuhkan kewibawaan presiden
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan penerbitan Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan meruntuhkan kewibawaan Presiden Jokowi.
"Pak Jokowi bukan hanya kepala pemerintah, tapi juga kepala negara. (Menerbitkan Perppu) tidak sama sekali meruntuhkan wibawa presiden di mata hukum dan masyarakat," kata Isnur di Kantor YLBHI, Jalan Dipnegoro, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).
Sebelumnya, beragam pendapat bermunculan menyikapi disahkan RUU KPK oleh DPR RI.
Pengamat politik, pengamat hukum, hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla pun memberikan pandangannya terkait polemik tersebut.
Baca: MotoGP Pilih Cuitan Orang Indonesia dalam 16 Ucapan Selamat pada Marc Marquez
Baca: Muzdalifah Curhat Soal Kehidupan Rumah Tangganya Jadi Sorotan, Unggahan Terbarunya Banjir Komentar
Beberapa waktu lalu, Jusuf Kalla menolak usulan diterbitkannya Perppu yang akan membatalkan UU KPK hasil direvisi.
"Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi), itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau Perppu itu masih banyak pro kontranya," kata Jusuf Kalla, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (1/10/2019).
Menurutnya, RUU KPK disahkan berdasar kesepakatan pemerintah dan DPR.
Baca: Respons Kapolda Sumut Sikapi Kasus Polisi Tembak Istri Lalu Bunuh Diri di Sergai
Jusuf Kalla berpandangan dengan diterbitkan Perppu KPK dikhawatirkan bisa mengurangi kewibawaan pemerintah.
"Karena baru saja Presiden teken berlaku, (lalu) langsung Presiden sendiri tarik, kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik?Logikanya di mana?" ujar Jusuf Kalla.