Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara sebagai tersangka penerima suap dari 2 proyek pembangunan.
Pertama, Agung menerima suap terkait pembangunan 3 pasar di Dinas Perdangan.
Kedua, ia menerima suap terkait proyek di Dinas PUPR.
"Setelah melakukan pemeriksaan, dilanjutkan dengan gelar perkara, dalam batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau terkait proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019) malam.
Baca: Manchester United Dikalahkan Newcastle Ini Komentar Marcus Rashford
Selain Agung, KPK pun menetapkan 3 orang lainnya sebagai tersangka peneremia suap, yakni orang kepercayaan Agung, Raden Syahril; Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara, Syahbuddin; dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara, Wan Hendri.
Sementara sebagai pemberi suap, KPK menetapkan dua pihak swasta masing-masing bernama Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh.
Untuk konstruksi perkara suap di Dinas Perdagangan, Basaria menjelaskan diduga penyerahan uang kepada Agung dilakukan Hendra pada Wan Hendri melalui Raden.
"HWS menyerahkan uang Rp 300 juta kepada WHN, dan kemudian WHN menyerahkan uang Rp240 juta pada RSY. Sejumlah Rp60 juta masih berada di WHN," kata Basaria.
Baca: New York kuno: Penemuan kota berumur 5.000 tahun di Israel menguak masyarakat yang tertata rapi
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) ini, lanjut Basaria, KPK menemukan barang bukti uang Rp200 juta sudah diserahkan kepada Agung dan kemudian diamankan dari kamar Agung.
Uang tersebut diduga terkait dengan 3 proyek di Dinas Perdagangan, yaitu pembangunan pasar tradisional Desa Comook Sinar Jaya Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp1,073 miliar, pembangunan pasar tradisional Desa Karangsari Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp1,3 miliar, serta konstruksi fisik pembangunan pasar rakyat tata karya (DAK) senilai Rp 3,6 miliar.
Sementara terkait proyek di Dinas PUPR, kata Basaria, KPK menemukan uang di mobil dan rumah Raden sejumlah total Rp 440 juta.
"Sebelumnya, sejak tahun 2014, sebelum SYH menjadi Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, AIM yang baru menjabat memberi syarat jika SYH ingin menjadi Kadis PUPR maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25% dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," ujar Basaria.
Kata Basaria, pihak rekanan dalam perkara ini, yaitu Chandra sejak 2017 sampai dengan 2019, telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara.
Sebagai imbalan atau fee, Chandra diwajibkan menyetor uang kepada Agung melalui Syahbuddin dan Raden.
Baca: Kabar Liga 1 2019 - Badai Cedera Pemain Arema Mereda, Milomir Seslija Punya Banyak Opsi Hadapi PSM
"AIM diduga telah menerima uang beberapa kali terkait dengan proyek di Dinas PUPR, yaitu sekitar bulan Juli 2019, diduga AIM telah menerima Rp600 juta; sekitar akhir September, diduga AIM telah menerima Rp50 juta; dan pada 6 Oktober, diduga menerima Rp350 juta," kata Basaria.
Basaria mengatakan, diduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itulah yang ditemukan di rumah Raden.
"Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan AIM, Bupati Lampung Utara," kata dia.
Sebagai penerima Agung dan Raden disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Syahbuddin dan Wan Hendri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, Chandra dan Hendra disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.