TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pegiat antikorupsi dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar mengatakan publik menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi.
Hal itu menurut Erwin Natosmal terlihat dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa 76,3 persen dari responden yang mengetahui UU KPK hasil revisi, setuju Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi.
"Publik menuntut Presiden untuk memperkuat KPK dengan cara menerbitkan Perppu KPK," ujar peneliti ILR ini kepada Tribunnews.com, Senin (7/10/2019).
Dia yakin publik akan berada di belakang Presiden Jokowi untuk menyelamatkan KPK dari upaya pelemahan yang dilakukan oleh elite-elite politik.
Sebaliknya, kata dia, tuntutan dan dukungan publik tersebut dapat juga dibaca sebagai bumerang bagi Presiden jika tidak menyelamatkan KPK melalui Pemilu.
"Sebaliknya, publik akan semakin marah dan melihat Presiden merupakan bagian dari aktor yang ingin melemahkan pemberantasan korupsi," jelasnya.
Hasil survei LSI menunjukkan bahwa 76,3 persen dari responden yang mengetahui UU KPK hasil revisi, setuju Presiden Jokowi menerbitkan perppu terhadap UU KPK hasil revisi.
Baca: Tanggapi Survei LSI soal Perppu KPK, Legislator PPP: Tak Patut Diikuti
Selain itu hasil survei LSI juga menunjukkan 70,9 persen responden yang tahu soal revisi UU KPK menganggap UU KPK hasil revisi melemahkan kinerja lembaga itu dalam memberantas korupsi.
Hal itu dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis temuan survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
"Saya melihat di sini ada aspirasi publik yang kuat yang mengetahui revisi UU KPK itu bahwa karena melemahkan, implikasinya kan melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia juga. Dan untuk menghadapi itu maka menurut publik jalan keluarnya adalah perppu," kata Djayadi.
Sebelum ke pertanyaan soal perppu KPK, pada awalnya ada 1.010 responden yang ditanya apakah mereka mengetahui unjuk rasa yang mahasiswa di sejumlah daerah untuk memprotes sejumlah undang-undang dan rancangan undang-undang.
Sebanyak 59,7 persen responden mengetahuinya.
Sementara 40,3 tidak mengetahuinya. Selanjutnya, dari responden yang mengetahui, tim pewawancara LSI kembali menanyakan, "Apakah Ibu/Bapak tahu bahwa undang-undang yang ditentang mahasiswa itu adalah UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat?"
Hasilnya, 86,6 persen responden mengetahui bahwa demonstrasi mahasiswa itu salah satunya menentang UU KPK hasil revisi.