Dalam agenda pengendalian perubahan iklim, pemerintah telah menegaskan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca global sebesar 29 % dengan kemampuan dan upaya sendiri dan meningkat menjadi 41% apabila mendapat dukungan dan kerjasama internasional pada tahun 2030 sebagaimana telah disampaikan dalam First Nationally Determined Contribution (NDC).
Menurut Siti Nurbaya, secara garis besar ada 5 (lima) sektor utama untuk mencapai target NDC yaitu : a) sektor energi, b) Land Use Land Use Change Forestry (LULUCF), c) pertanian, d) limbah dan e) Proses Industri dan Penggunaan Produk (IPPU).
Sektor Kehutanan sebagai bagian dari LULUCF memiliki target 17, 2% dari total target NDC atau lebih dari 50%. Salah satu upaya penurunan emisi di sektor kehutanan adalah melalui program Reduced Emission From Deforestation and Forest Degradation, Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and Enhancement of Forest Carbon Stocks in Developing Countries atau disebut dengan REDD+. REDD+ merupakan kegiatan aksi yang harus dapat diukur dan hasilnya dapat dinyatakan sebagai penurunan emisi GRK.
Selain itu papar Siti Nurbaya, Pemerintah juga menyadari untuk melaksanakan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mendukung pembangunan berkelanjutan diperlukan dukungan pendanaan yang besar. Anggaran pemerintah Indonesia untuk keanekaragaman hayati dan konservasi terbatas. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan konservasi keanekaragaman hayati dalam penerapan Kerangka Kerja Global Keanekaragaman Hayati Pasca 2020 dibutuhkan upaya kolaboratif dalam memobilisasi sumberdaya pembiayaan dari berbagai sumber dan berbagai pemangku kepentingan.
Sedangkan untuk upaya pengendalian perubahan iklim, berdasarkan dokumen Third National Communication 2017 yang disampaikan KLHK kepada Sekretariat UNFCCC menyebutkan bahwa untuk kurun waktu 2016-2020, aksi adaptasi membutuhkan IDR 840 trilyun (sekitar USD 64 milyar), sedangkan aksi mitigasi membutuhkan IDR 225 trilyun (USD 17 milyar).
Selain itu, Indonesia juga membutuhkan pendanaan yang cukup besar untuk dapat mencapai target penurunan emisi GRK sebagaimana tercantum dalam NDC Indonesia tahun 2017. Untuk itulah diperlukan sebuah inovasi pendanaan yang dapat mengoptimalkan upaya-upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Salah satunya dengan pembentukan BPDLH ini.
Dengan telah diundangkannya PP Nomor 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan, Perpres No 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 137/PMK.01/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup diharapkan akan lebih berkembang.