Prabowo Subianto akan bertemu dengan Cak Imin hingga telah susun pertemuan dengan Ketum Golkar. Apakah ini pertanda Gerindra bergabung koalisi Jokowi?
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra, Prabowo Subianto akan bertemu dengan Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin malam ini, Senin (14/9/2019).
Pertemuan akan digelar di Kantor DPP PKB, kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2019) pukul 19.00 WIB.
"Iya, rencananya begitu (bertemu Muhaimin)," ujar Dahnil ketika dijumpai di Kompleks Parlemen Senayan, Senin pagi.
Dilansir Kompas.com, rencana kedatangannya di markas PKB itu juga sudah dikomunikasikan dengan PKB.
Baca: Safari Politik Prabowo Kepada Para Ketum Parpol Koalisi Jokowi, dari Megawati hingga Surya Paloh
Baca: Cak Imin akan Sajikan Nasi Kebuli untuk Prabowo
"Wakil Ketua MPR (Jazilul Fawaid) juga menyampaikan ke saya, ingin menjadwal pertemuannya Pak Prabowo," ujar Dahnil.
Sementara itu, Wakil Ketum PKB, Jazilul Fawaid mengiyakan pertemuan Cak Imin dan Prabowo malam ini.
Jazilul tidak membantah dan tidak mengonfirmasi saat ditanya apakah dalam pertemuan itu Cak Imin dan Prabowo akan membicarakan soal koalisi.
Begitu juga saat ditanya apakah keduanya akan membahas soal rencana amendemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali haluan negar.
Jazilul hanya mengatakan, Cak Imin dan Prabowo bertemu untuk bersilaturahim.
"Agendanya silaturahim," ucap Jazilul.
Bakal Temui Ketum Golkar
Tak hanya Ketum PKB, Prabowo juga berencana menemui Ketum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dalam waktu dekat.
Hal itu disampaikan Prabowo usai mendatangi Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, di kediamannya, Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu (13/10/2019).
"Saya akan ketemu semua tokoh, lah. Mudah-mudahan (bisa). Saya lagi diatur ketemu Pak Airlangga (Hartarto), Golkar," ujar Prabowo di kediaman Surya Paloh, dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Namun, Prabowo belum menjelaskan kapan dia akan bertemu Airlangga Hartarto.
Sebelumnya, saat ditanya apakah Prabowo juga akan bertemu dengan pimpinan parpol pendukung pemerintah lain, terutama Golkar, jubir Prabowo belum dapat memastikannya.
"Golkar belum. Saya belum dapat jadwal. Mungkin nanti kita ngobrol abis ini," kata Dahnil.
Komentar Ketum PAN
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa hak masing-masing partai untuk membangun komunikasi politik dengan siapapun.
Pernyataan Zulkifli tersebut menyikapi safari politik Prabowo kepada partai-partai koalisi pemerintah.
"Ya itu hak masing-masing partai, dihormati dong," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (14/10/2019), dilansir Tribunnews.
Zulkifli mengatakan, pihaknya hanya bisa mendoakan agar apa yang dilakukan Prabowo atau Gerindra bisa sukses.
Zulkifli tidak berpandangan bahwa sikap politik Gerindra tersebut menandakan kerjasama politik dengan PAN berakhir.
"Ya jangan diterjamahkan (berpisah), kita doakan agar sukses," katanya.
Pihaknya juga, menurut Zulkifli, memahami sikap presiden yang membuka komunikasi dengan partai oposisi.
Menurutnya, tantangan dalam 5 tahun ke depan sangat berat, sehingga diperlukan kerjasama berbagai pihak.
"Saya kan berkali-kali mengatakan, kita doakan pak Jokowi agar sukses, tantangan periode ini berat, saatnya kita majukan bersama-sama, kan cita-cita partai sama toh, agar negara ini aman, maju, kan kalau mau Pilpres 2024 lah nanti," pungkasnya.
Komentar Sekjen PPP
Pertemuan Prabowo dengan beberapa Ketum parpol koalisi pemerintah menimbulkan banyak pertanyaan.
Salah satunya, Prabowo dipandang melakukan safari politik dalam rangka meminta restu untuk masuk kabinet.
Namun, spekulasi tersebut dibantah oleh sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP, Arsul Sani ketika ditanya awak media soal pertemuan Prabowo dan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, kemarin (13/10/2019).
Ia menyebutkan, PPP sejatinya juga telah melakukan pertemuan sebanyak tiga kali dengan Prabowo.
Dari situ, mantan menantu presiden ke-2 Soeharto itu tidak sedikit pun menyinggung mengenai masuk atau tidaknya kabinet.
"Beliau itu gak bicara hal yang pragmatis. Bahwa ingin Gerindra masuk (kabinet) atau ngga. Yang beliau sampaikan ini loh pemikiran saya buat pak Jokowi dan pemerintahan ke depan," kata Arsul di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/10/2019), dilansir Tribunnews.
Atas dasar itu, kata dia, tak ada sedikitpun Prabowo berbicara ihwal pragmatisme ihwal kemungkinan masuk kabinet kerja.
Sebaliknya, mantan pangkostrad TNI itu justru membawa konsep pembangunan di setiap pertemuan.
"Kalau konsep ini diterima dan kami yang disuruh melaksanakan kami juga siap. Itu aja. Jadi ndak melulu seolah-olah yang masalah pragmatisme masuknya yang di luar koalisi indonesia kerja ke dalam koalisi pemerintahan," ungkapnya.
Arsul juga menyatakan, konsep yang diberikan Prabowo akan disampaikan kepada Jokowi.
"PPP juga menyampaikan ke Pak Jokowi karena itulah pak Jokowi kemudian juga memandang perlu bertemu dengan Pak Prabowo," pungkasnya.
Komentar Pengamat Politik
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai, Partai Gerindra seharusnya tetap menjaga kepercayaan pemilih dengan menjadi oposisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Jika Gerindra masuk dalam pusaran kekuasaan, menurut dia, ini akan mengecewakan pemilihnya
Dilansir Kompas.com, menurut Ujang, Prabowo harusnya menyadari bahwa pada Pilpres 2019, ada 68 juta pemilih yang berharap mantan Danjen Kopassus itu menjadi presiden.
"Harusnya Gerindra jadi oposisi saja. Karena pendukungnya banyak yang menginginkan Gerindra berada di luar kekuasaan. Menjadi oposisi sama-sama terhormatnya dengan berkuasa," kata Ujang saat dihubungi wartawan, Sabtu (12/10/2019).
"Bahkan, menjadi oposisi lebih terhormat karena bisa mengingatkan pemerintah ketika pemerintah salah jalan dan salah arah," ucap dosen politik di Universitas Al Azhar ini.
Oleh karena itu, Ujang menilai, langkah Prabowo yang bertemu Presiden Jokowi kurang etis jika membicarakan peluang koalisi.
Namun, menurut dia, dalam politik, manuver Prabowo tersebut merupakan hal yang wajar.
"Jadi masuknya Gerindra ke koalisi Jokowi sebagai bagian dari ingin merapat atau mendapat bagian kekuasaan. Itulah politik, sifatnya cair, dinamis, dan kompromistis. Dulu lawan, sekarang kawan," kata Ujang.
"Begitu juga sebaliknya. Karena koalisi yang dibangun bukan berbasis dan berdasar ideologi, maka koalisi akan mudah pecah," ucap dia.
Ujang mengatakan, idealnya negara membutuhkan oposisi yang kuat dan tangguh dalam mengawasi pemerintah.
Hal yang mengkhawatirkan apabila Gerindra dan Demokrat masuk dalam koalisi pemerintah.
Hal itu akan menyebabkan kontrol terhadap Jokowi-Ma'ruf berkurang, sehingga kewenangan cenderung disalahgunakan.
"Kata Lord Acton, power tends to corrupt. Kekuasaan itu akan cenderung korup atau disalahgunakan. But absolute power, corrupt absolutely. Dan kekuasaan yang absolut kecenderungan penyalahgunaannya pun akan mutlak," kata Ujang.
(Tribunnews.com/Citra Agusta PA, Taufik Ismail/Kompas.com, Ihsanuddin, Kristian Erdianto, Rakhmat Nur Hakim)