Dikatakan, di dalam Perkom tersebut terdapat sejumlah poin lainnya untuk mengantisipasi berlakunya UU KPK baru.
Termasuk menyangkut Pasal 70C UU baru yang menyebutkan, "Pada saat UU ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tipikor yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU ini".
"Isinya banyak. Yang terkait implikasi dari berlakunya UU KPK apa saja, di Perkom itu ada. Itu merinci semua implikasi kalau UU itu berjalan. Perkom itu bukan hanya masalah Sprindik tapi banyak hal yang diatur," ujar Agus.
Agus mengatakan, hingga saat ini Perkom tersebut belum ditandatangani pimpinan.
Dikatakan, pihaknya akan mengundang Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PP Kemkumham) untuk memastikan berlakunya UU tersebut.
Hal ini lantaran di dalam UU tersebut masih terdapat sejumlah kejanggalan, salah satunya kesalahan ketik atau typo mengenai batas usia pimpinan KPK.
"Kita pun juga bertanya-tanya, karena kan di dalam prosesnya kemudian juga ada typo kemudian kembali lagi ke DPR kan. Jadi kita belum tahu betul apakah besok (hari ini) itu, betul-betul akan diundangkan. Jadi kita belum tahu. Oleh karena itu, besok kita itu mau undang Dirjen Peraturan Perundang-undangan dari Kemkumham, untuk mengetahui kejelasan dari status UU tersebut," kata Agus.
Meski demikian, KPK masih berharap Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) menyangkut UU KPK yang baru.
KPK, kata Agus, memohon Jokowi menerbitkan Perpu setelah dilantik sebagai presiden untuk periode kedua pada 20 Oktober nanti.
"Yang lebih penting kami masih berharap kami masih memohon, mudah-mudahan bapak Presiden setelah dilantik dan memimpin kembali kemudian beliau bersedia untuk mengeluarkan Perpu yang sangat diharapkan oleh KPK dan orang banyak," katanya.