Akhirnya pilihan saya masuk Partai Golkar, kemudian menjadi pengurus. 2004 nyaleg tapi kalah, tetapi tetap running. Akhirnya pilihan saya memutuskan untuk serius di dunia politik, dan mengakhiri dunia keartisan tahun 2003. Karena saya punya prinsip, ketika Anda sudah masuk ke politik maka harus melepaskan pekerjaan lain.
Mungkin beda prinsip dengan orang, tapi itu prinsip yang saya anut. 2009 saya berhasil masuk sampai 2014. Kemudian masuk ke Komisi II karena memang pilihan saya Komisi II.
Background saya ilmu politik Universitas Indonesia. Skripsi, tesisnya berbicara tentang perempuan dan politik. Jadi memang ingin mengaplikasikan ilmu di Komisi II. Namun, walaupun saya di Komisi II punya mitra kerja KPU bukan berarti itu apa-apa juga. Ternyata tahun 2014 saya kalah running saya di parlemen.
Kemudian selama 2014-2019 itu, saya bekerja dengan Ketua DPR menjadi staf khusus di situ. Artinya keberadaan saya di politik tidak benar-benar tenggelam tapi tetap berkiprah.
Karena satu kesadaran juga yang saya lihat dan belajar di dunia partai dan politik, bahwa politik itu yang penting itu appearance atau keberadaan. Ketika Anda ada terus, eksis terus, kemudian dedikasi, loyal juga, itu yang menjadi penilaian di partai. Jadi ada konsistensi, ada eksistensi. Itu penting, kalau kita sudah hilang, tenggelam, orang susah manggil kita.
Itu yang harus dijaga. Dan saya juga sempat running untuk Pilkada, karena kita harus pintar-pintar melihat peluang. Saya running di Pilkada untuk Wali Kota Bandung. Tapi kalah juga. Kemudian peluang itu tidak saya tinggalkan, tapi untuk modal maju di Pileg 2019. Dan saya bersyukur sekarang jadi lagi.
Kenapa memilih Partai Golkar?
Memang kalau secara historis itu, bapak saya tentara ya. Jadi beliau ABRI itu Golkar. Tapi saya melihat, Golkar itu partai yang tidak otoriter karena dia tidak terpusat pada satu orang. Golkar pascareformasi menjadi partai yang terbuka dan modern. Di mana kepemilikan itu tidak ada. Kepemilikan itu kepemilikan bersama. Karena ada Munas, ketuanya berganti setiap lima tahun, bahkan sebelum lima tahun berganti lewat Munaslub.
Dinamika itu yang saya suka. Karena di Golkar ini betul-betul belajar tentang berpolitik. Mengatur strategi. Dan semua orang kalau punya kapasitas, punya modal, Anda bisa menjadi ketua umum, bisa bercita-cita sampai sana. Karena tidak ada lagi secara biologis partai itu punya siapa.
Dan kemudian yang saya senang itu Partai Golkar menghasilkan sejumlah kader di semua tempat. Bahkan Partai Golkar secara SDM sudah banyak melahirkan pemimpin-pemimpin di partai lain.
Dan partai lain berhasil juga, seperti Gerindra, Nasdem, Hanura, PKPI, di situlah kebanggaan kita sebagai kader, bahwa Golkar menghasilkan kader-kader baru yang bisa menyebarkan ideologi partai di tempat-tempat lain. Dan meraih follower banyak. Tapi Golkar sebagai partai induk tidak pernah terdegradasi.
Selama menjadi politisi apakah Anda pernah mendapat tawaran untuk sekedar terjun kembali ke dunia hiburan?
Pernah saat awal-awal orang masih menanyakan menawarkan bahkan terakhir untuk jadi cameo saja. Tapi saya merasa itu bukan dunia saya lagi. Namun demikian saya sangat menghargai dan bersyukur saya pernah besar menjadi artis dan orang mengenal saya sampai saat ini karena keartisan tersebut. Jadi itu sesuatu yang sejarah hidup saya yang sangat berharga.
Karena orang kalau mau memproduksi keterkenalannya itu harus mengeluarkan modal yang banyak, tapi saya sudah mempunyai modal itu tanpa mengeluarkan modal. Dan itu saya syukuri. Karena sampai saat ini, kalau saya ke kampung, ke jalan, atau ke mana, orang masih mengenal saya sebagai artis, pertama. Justru politisinya itu belakangan.
Anda pernah di Komisi I dan Komisi II. Komisi I membidangi keamanan dan pertahanan luar dan dalam negeri. Dipilih langsung oleh partai atau Anda yang meminta?
Kalau dalam mekanisme kami itu ada formulir yang diisi ketika kita masuk terpilih. Form itu berisi Anda mau di komisi mana. Sama waktu saya terpilih pada 2004, Anda mau di komisi mana. Jawaban saya Komisi II. Kalau sekarang Komisi I. Karena saya melihat di sini memang high politic. Waktu Komisi II kan' Poldagri, Politik Dalam Negeri semua.
Dan itu kuat. Kalau orang ingin menghabiskan waktu berpikir, berdebat, kemudian melahirkan ide paket politik itu di Komisi II. Saya agak jenuh dan ingin punya pengalaman baru, dulu juga setahun di Komisi I. Dan sekarang ingin meneruskan lagi karena merasa belum puas.