Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Mendengar kabar pelarangan menggunakan celana cingkrang dan berjenggot di kalangan kantor BIN, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara.
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh larangan untuk memelihara jenggot tidak ada urgensinya.
Asrorum pun mengimbau agar aturan yang akan diterapkan khususnya di BIN tidak bersifat diskriminatif.
Pembuat aturan sepatutnya memiliki sensitivitas agar aturan yang dibuat tidak terkesan memojokkan kelompok tertentu baik secara etnis atau keagamaan.
"Kalau larangan rambut panjang itu masih wajar. Tapi tak boleh ada larangan mengenakan jilbab. Jilbab itu kan bagian dari keyakinan agama individu dan konstitusi menjamin setiap individu menjalankan keyakinan agamanya masing-masing," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan juga menanggapi wacana Menag Fachrul Razi.
Amirsyah pun mempertanyakan maksud wacana pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan.
"Apakah itu bersifatnya kajian atau apa? kalau bersifatnya kajian, saya menyarankan hal-hal yang semacam ini sebaiknya didiskusikan terlebih dahulu dengan lembaga keagamaan, ormas keagamaan, sehingga tidak menimbulkan miss persepsi di tengah-tengah masyarakat," ujar Amirsyah saat dihubungi wartawan, Jumat (1/11/2019).
Alangkah baiknya, lanjut Amirsyah, pemerintah lebih mengedepankan persoalan-persoalan yang lebih substantif dan strategis.
"Menurut saya itu yang harus dikedepankan, diprioritaskan. Bukan soal soal hal yang sifatnya simbolis seperti cadar dan celana jingkrang," ucap Amirsyah.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera tidak setuju dengan wacana pelarangan penggunaan cadar di instansi pemerintah.
Mardani menilai, penggunaan cadar merupakan ranah pribadi seseorang. Sehingga negara tak boleh melarang penggunaannya.