TRIBUNNEWS.COM - Naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan sejumlah kontroversi di kalangan masyarakat.
Meski begitu, pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun tidak menjamin pelayanan akan meningkat.
Secara resmi, iuran BPJS Kesehatan naik akan mulai pada 1 Januari 2020 mendatang.
Kenaikan iuran tersebut berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan bekerja yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga telah mengalami kenaikan pada 1 Agustus 2019 lalu.
Dirangkum Tribunnews, berikut ini fakta mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan:
1. Tak jamin pelayanan meningkat
IDI memperkirakan naiknya iuran BPJS Kesehatan tidak akan berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan.
Mengutip Kompas.com, Wakil Ketua Umum IDI, Adib Khumaidi, menyebutkan keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan baru didasari pada kepentingan menutupi defisit.
"Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada kualitas pelayanan baik karena konsepnya hanya berbicara konsep mengatasi defisit saja," terang Adib dalam diskusi di kawasan Menteng, Sabtu (2/11/2019).
Lebih lanjut, Adib mengatakan defisit BPJS Kesehatan memang perlu diatasi.
Pasalnya, banyak tenaga kesehatan, yang diungkapkan Adib, belum menerima bayaran akibat tunggakan pembayaran BPJS.
Ia pun mengatakan kenaikan iuran BPJS kesehatan sama halnya dengan sistem menggali lubang, tutup lubang.
"Yang kita takutkan iurannya akan menutup defisit saja, tapi memang perlu negara langsung mengatasi terkait masalah defisit ini," ujarnya.