TRIBUNNEWS.COM - Mantan Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir, divonis bebas lantaran terbukti tak bersalah, Senin (4/11/2019).
Sebelum dinyatakan bebas, Sofyan Basir sempat merasa dirinya dicitrakan sebagai koruptor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak hanya itu, Sofyan Basir juga merasa pemberitaan di berbagai media membuatnya terkesan sebagai koruptor.
Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Senin (4/11/2019), hal ini dinyatakan Sofyan Basir saat membaca nota pembelaan atau pleidoi.
Diketahui, Sofyan Basir sempat menjadi terdakwa kasus dugaan pembantuan atas suap terkait proyek PLTU Riau-1.
Dalam pleidoi itu, Sofyan Basir merasa menjadi pesakitan saat KPK menggeledah rumahnya.
Padahal, Sofyan Basir mengaku saat itu belum menerima surat pemberitahuan sebagai saksi.
"Perasaan saya bahwa saya telah menjadi pesakitan dapat dilihat ketika KPK melakukan penggeledahan lebih dulu di rumah saya," kata Sofyan Basir, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 21 Oktober 2019.
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi
"Padahal hari itu juga saya baru menerima surat pemberitahuan sebagai saksi," sambungnya.
Padahal saat itu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo diberi surat sebelum penanngkapannya.
"Sedangkan untuk tersangka Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo justru dilakukan penggeladahan setelah itu," sambungnya.
Sofyan Basir juga menyebut kehadiran awak media saat penggeledahan rumahnya sebagai kejanggalan.
Dari peristiwa itu, Sofyan Basir berpendapat bahwa KPK melalui media ingin mencitrakan dirinya sebagai koruptor.
"Sehingga tidaklah salah apabila saya berasumsi bahwa KPK melalui media ingin membangun opini masyarakat atau memframing bahwa saya adalah benar-benar seorang pesakitan atau benar-benar seorang koruptor," tuturnya.