TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan bahwa pemerintah bisa menunjuk langsung dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) .
Hal itu sesuai dengan Undang-undang 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Sudah ada di UU, ditunjuk oleh pemerintah," kata Azis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Oleh karena itu menurut Azis terkait Dewas sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Ia hanya menyarankan bahwa Dewas KPK harus berisi orang-orang yang memiliki pengalam di bidang hukum. Siapapun menurut Azis bisa menjadi Dewas termasuk mereka yang memiliki latar belakang Partai Politik.
"Sepanjang dia kompeten, punya latar belakang yg cukup, why not? Dari wartawan juga boleh," katanya.
Baca: Muncul Isu Ahok Jadi Dewan Pengawas KPK di Tengah Maraknya Sorotan Terhadap APBD DKI
Baca: Ini Syarat Jadi Dewan Pengawas KPK, Bagaimana Peluang Ahok?
Menurut Azis komposisi Dewas tidak bisa dibatasi berdasarkan latar belakang profesi tertentu, misalnya kepolisian.
Siapapun bisa asalkan punya pengalaman dan memiliki kemampuan menganalisa masalah hukum.
"Tanpa membatasi, punya pengalaman, punya akuntabilitas dalam dunia hukum, dan bisa menganalisis UU tersebut," katanya.
Azis yakin bila Dewas nantinya berasal dari kepolisian atau politisi maka tidak akan ada konflik kepentingan.
Asalkan seluruh proses kinerjanya berpedoman pada Undang-Undang KPK.
"Kita harus menjaga, seluruh komponen bangsa harus menjaga, tak ada conflict of interest dalam penunjukkan, dalam pelaksanaan UU," pungkasnya.
Para pegiat antikorupsi dan Wadah Pegawai KPK mendesak Presiden Jokowi berhati-hati menunjuk lima anggota Dewan Pengawas KPK.
Salah satu kriteria yang dipesankan yakni berintegritas dan tidak terafiliasi dengan partai politik.
Dengan begitu, diharapkan mereka tidak tersandera oleh kepentingan elite dan berani menindak jika ada pimpinan KPK yang menyelewengkan wewenangnya.
Posisi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi kursi panas di lembaga antirasuah itu.
Sebab siapa pun yang terpilih nanti memiliki kewenangan yang menurut Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, melampaui wewenang pimpinan.
Baca: Pemilik Ammar TV Dikaitkan dengan Cerita Layangan Putus, Kolom Komentar Dimatikan, Youtube Diserang
Baca: Muncul Isu Ahok Jadi Dewan Pengawas KPK di Tengah Maraknya Sorotan Terhadap APBD DKI
Baca: Presiden Jokowi dan Perppu KPK, Antara Sopan Santun Kenegaraan atau Melemahkan Harapan Publik ?
Baca: Presiden Jokowi Dinilai Keliru Soal Tunggu Uji Materi UU KPK di MK
Jika merujuk pada Undang-Undang KPK yang baru, setidaknya ada enam tugas Dewan Pengawas, yakni memberikan izin atau tidak terkait penyadapan, penggeledehan, dan penyitaan; menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai; menggelar sidang atau memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai; serta membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Presiden dan DPR.
Karena kekuasaan yang besar itulah, Wadah Pegawai KPK berpesan kepada Presiden Jokowi agar tak sembarang memilih lima anggota dewan tersebut.
Setidaknya ada dua poin penting yang harus dimiliki di antaranya berintegritas dan tidak memiliki kaitan dengan partai politik.
"Tapi yang paling penting, Presiden harus pahami Dewan Pengawas harus diisi oleh orang-orang berintegritas, yang benar-benar bukan jadi kolaborator pimpinan tapi pengawas pimpinan. Ketika pimpinan melakukan kesalahan harus berani menindak," ujar Yudi Purnomo kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
"Jadi harus ada perbedaan kutub [antara Dewan Pengawas dan pimpinan]," sambungnya.
Terkait dengan afiliasi partai politik, menurut Yudi, juga penting dipertimbangan Presiden.
Jangan sampai anggota Dewan Pengawas tersandera kepentingan elite. Tapi kalaupun nantinya ada orang dari parpol yang terpilih, setidaknya ia telah non-aktif lama di kepartaian.
"Kalau bisa dia [anggota Dewan Pengawas] harus dua tahun non-aktif di partai politik. Kalau sekarang melihat syaratnya jadi multi-interpretasi dan membuat banyak pertanyaan-pertanyaan," imbuhnya.
Kendati demikian, Wadah Pegawai KPK belum bersedia menyorongkan nama-nama calon anggota Dewan Pengawas kepada presiden.
Selain karena masih harus berkonsolidasi, pihaknya juga ragu akan didengar.
Yudi merujuk pernyataannya itu pada saran sejumlah tokoh yang meminta Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK, namun tak diacuhkan.
Sesuai Pasal 37A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ada 10 syarat yang harus dimiliki anggota Dewan Pengawas:
- Warga Negara Indonesia (WNI)
- Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa
- Sehat jasmani dan rohani
- Memiliki integritas moral dan keteladanan
- Berkelakuan baik
- Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun
- Berusia paling rendah 55 tahun
- Berpendidikan paling rendah S1 (sarjan strata satu)
- Tidak memiliki anggota dan/atau pengurus partai politik
- Melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya
- Tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas
- Mengumumkan harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat
- Sebaiknya dari latarbelakang ilmu berbeda
Sejauh ini Presiden Jokowi mengaku telah mendapat masukan terkait sosok yang akan menduduki jabatan Dewan Pengawas KPK. Ia pun menjanjikan, mereka yang terpilih nanti memiliki kredibilitas baik.
"Percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas baik," ujar Jokowi kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (01/11).
Berdasarkan UU KPK yang baru, pada pembentukan Dewan Pengawas pertama, Presiden Jokowi akan menunjuk langsung tanpa melalui panitia seleksi. Hal itu tertuang dalam Pasal 69A ayat 1.
Sesudah terpilih, lima anggota Dewan Pengawas akan dilantik bersamaan dengan pengambilan sumpah lima Pimpinan KPK periode 2019-2024 pada 21 Desember 2019.
Mantan anggota Panja Revisi UU KPK, Arsul Sani --yang kini anggota Komisi III DPR, mengatakan ketika menyusun beleid itu pihaknya membayangkan sosok anggota Dewan Pengawas sebagai orang yang bersih dari kasus hukum, memiliki kompetensi tentang hukum pidana materil maupun formil, serta pribadi yang bijak.
Bersih dari kasus hukum, katanya, bisa dilihat dari rekam jejaknya dan secara otomatis akan menunjukkan dirinya berintegritas atau tidak.
"Tidak pernah tersangkut satu tindak pidana apalagi terkait korupsi dan harta benda misalnya menipu orang, menggelapkan aset atau melakukan persaiangan curang ketika di dunia bisnis. Atau tidak tersangkut tindak pidana moralitas," ujar Arsul kepada BBC.
Sedangkan pribadi yang bijak dimaksudkan Arsul, agar ketika bekerja dan mengawasi seluruh pegawai dan pimpinan KPK tidak menimbulkan keresahan dan kegelisahan di internal lembaga tersebut.
"Punya kepribadian yang bijak dalam menyikapi sesuatu, sehingga nanti yang diawasi tidak resah dan bisa bekerja optimal."
"Dan orang itu harus punya kemampuan memimpin karena mengawasi organisasi yang besar."
"Hemat saya, untuk menjadi Dewan Pengawas harusnya lebih rigid daripada menjadi pimpinan KPK," tukas Arsul.
Kendati demikian, Arsul menilai latarbelakang para anggota Dewan Pengawas sebaiknya dari disiplin ilmu yang berbeda-beda. Ini, katanya, mengingat tugas atau kewenangan mereka yang beragam.
"Tidak harus akademisi dan tidak harus sarjana hukum. Bayangan saya tidak semua berlatarbelakang hukum, apakah dia praktisi hukum, mantan pejabat tinggi penegak hukum, pegiat anti-korupsi, atau advokat," tutur Arsul.
"Jadi tidak lima-limanya berlatarbelakang hukum, perlu juga misalnya auditor atau ahli telekomunikasi karena salah satu kewenangannya pengawasan penyadapan," imbuhnya.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengklaim tak mempersoalkan jika Presiden Jokowi tak memasukkan anggota partai politik pendukungnya sebagai anggota Dewan Pengawas, karena dikhawatirkan tersandera kepentingan elit. Kendati kriteria itu, katanya, tidak dilarang dalam syarat-syarat menjadi anggota dewan.
"Kita jangan buru-buru katakan Presiden pasti pilihnya yang dekat dengan parpol, ya tidaklah. Presiden Jokowi saya yakin, paling tidak, yang akan beliau letakkan adalah yang pertama kepentingan negara."
"Ya nanti kita lihat saja ada tidak di antara lima anggota Dewan Pengawas itu yang dari parpol pendukung. Kami sih di parpol, akan tetap mendukung kalau kelimanya tidak terafiliasi dengan partai."
Hingga saat ini pula, kata Arsul, Presiden belum meminta pertimbangan DPR dalam memutuskan nama-nama anggota Dewan Pengawas. Selain karena tidak diharuskan dalam undang-undang, ia menilai Presiden Jokowi baru akan berkonsultasi begitu lima nama tersebut diputuskan.
"Saya kok punya feeling Presiden setelah memutuskan baru akan disampaikan ke DPR. Karena Presiden rutin berkomunikasi dengan DPR."