"Kita peroleh satu sisi ada peningkatan intolerenansi"
"Bisa kita lihat adalah misalnya meningkatnyan politik identitas dan sebagainya," ujarnya saat diundang dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Selasa (05/11/2019).
Baca: Petisi Online Universitas Indonesia Pecat Ade Armando Tembus 14.760 Ribu dan Terus Bertambah
Dalam data yang dirilis LSI itu, sebanyak 57 lebih persen mengatakan bebas, namun 43 persen yang lain mengatakan takut untuk berekspresi di tahun 2019.
Jika dibandingkan di tahun 2014 ketakutan masyarakat hanya sebesar 24 persen, persentase ini meningkat signifikan sebesar 14 persen.
"Saya kira yang perlu menjadi perhatian dari pemerintah ada gejala masyarakat lebih takut," tandas Djayadi.
Pria berkacamata ini menjelaskan lebih lanjut, ketakutan masyarakat yang dimaksud bukan berekspresi secara umum.
Melainkan ekspresi bicara yang berunsur politik yang menjadi ketakutan masyarakat.
"Ini bukan ekpresi secara umum, tapi bicara politik, kalau bicara yang lain tidak ada masalah," lanjutnya.
Menurut Djayadi, ketakutan masyarakat berhubungan dengan peristiwa yang terjadi sejak Indonesia merayakan pesta demokrasi hingga peristiwa terakhir demo mahasiswa.
Baca: Telkomsel Luncurkan Provider by.U, Ada Fitur Pilih Nomor Sesuka Hati!
"Terkait dengan peristiwa mutahir pilpres kemudian peristiwa demonstrasi dan kekerasan pada 21-22 Mei," ungkapnya.
Djayadi mencontohkan ketakutan tersebut seperti bicara politik yang bisa menyingung lawan politik atau pihak penguasa.
"Lawan kemudian mengintimidasi atau sebaliknya"