"Paska kematian Abu Bakar al-Baghdadi (Pemimpin ISIS), pasti akan memicu balas dendam," katanya.
Pada awal tahun 2019, ISIS pernah terdesak, kemudian ada perintah untuk melakukan aksi-aksi amaliah di tempat masing-masing anggotanya.
Kemudian saat ini ketika pimpinan mereka mati, mereka akan lebih giat lagi melakukan aksi terorisme.
Aksi terorisme akhir-akhir ini cenderung dilakukan oleh individu, bukan kelompok.
Kasus penusukan Wiranto dilakukan oleh dua orang yang terdesak karena pimpinanya tertangkap di Bekasi, kemudian mereka lari ke Pandeglang dan melakuakan aksi kepada Wiranto.
"Pelakunya memang belum teridentifikasi apakah dia kelompok atau tunggal, tapi kalau dilihat aksinya tunggal," katanya.
Stanislaus menambahkan, justru yang berbahaya adalah pelaku individu.
Sebab, pelaku individu akan merencanakan aksinya sendiri dan melakukan aksinya sendiri, sehingga pemerintah akan kesulitan mendeteksinya.
Berbeda dengan pelaku kelompok yang akan membangun komunikasi lewat aplikasi percakapan, dan dapat mudah dideteksi.
"Akhir-akhir ini pelaku yang sukses melakukan aksi adalah sel-sel kecil yang dalam keluarga, kelompok-kelompok besar yang dulu kini menjadi keluarga seperti kasus di Surabaya dan penusukan Wiranto," paparnya.
Baca: Detik-detik Sebelum Ledakan Bom Bunuh Diri di Polrestabes Medan Tersangka Sempat Lawan Petugas
Baca: Anggota DPR F-PPP Tanggapi Peristiwa Bom di Medan, Achmad Baidowi: Pemerintah Sudah Kecolongan
Hal ini artinya pemerintah harus lebih wasapada lagi.
Tanggapan lainnya, datang dari anggota Komisi II DPR (Politik, Pemerintah Dalam Negeri dan Agraria) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Achmad Baidowi.
Menurut Baidowi, pemerintah sudah kecolongan.
"Kalau kami mengkritisi pemerintah, ya memang pemerintah kecolongan, pemerintah punya alat-alat canggih, harusnya perlu dilakukan pencegahan dari awal," kata Baidowi.