TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Indonesia Prabowo Subianto dan Menhan Amerika Serikat Mark Thomas Esper membahas terkait kerjasama di bidang pertahanan antar dua negara.
Pembahasan tersebut dilakukan saat pertemuan bilateral di sela -sela rangkaian ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) Retreat and 6th ADMM-Plus, Sabtu (16/11/2019) di Bangkok, Thailand.
Hal itu sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Pertahanan RI www.krmhan.go.id yang diakses pada Senin (18/11/2019).
"Selain itu, pertemuan tersebut juga membicarakan sejumlah kegiatan kerjasama yang akan dilakukan antara Amerika Serikat dan Indonesia diantaranya mengenai akan segera dimulainya kembali latihan bersama Pasukan Khusus dan juga latihan bersama Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB," tulis keterangan resmi Kemhan RI tersebut.
Baca: Analisa Fahri Hamzah Soal Dampak Prabowo Jadi Menhan: Harus Diakui Keputusan Jokowi Misterius
Dirjen Strahan Kementerian Pertahanan RI Mayjen TNI Rizerius Eko HS mengatakan Prabowo juga menyampaikan keinginannya untuk meningkatkan kerjasama di bidang pendidikan dan latihan.
Indonesia berharap dapat mengirimkan beberapa Taruna-Taruninya untuk dapat mengikuti pendidikan di Amerika Serikat baik di Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut maupun Akademi Angkatan Udara.
"Dan Menhan Amerika Serikat menanggapi hal tersebut dengan sangat terbuka dan siap untuk menerima Taruna-Taruni Indonesia untuk dapat belajar di Amerika Serikat," kata Eko dalam keterangan resmi Kemhan RI.
Mark menyatakan bahwa hubungan kerjasama strategis antara Indonesia dan Amerika saat ini telah terjalin sangat kuat.
Oleh karena itu, ia juga menyampaikan keinginannya untuk segera berkunjung ke Indonesia.
Baca: Fadli Zon Sebut Jokowi Angkat Ahok di BUMN karena Teman Sejati: Kalau Prabowo karena Kapabilitas
Mark juga menyampaikan bahwa kawasan Indo Pasifik merupakan prioritas bagi Amerika Serikat, dimana Indonesia juga memiliki peran yang sangat penting dan besar.
"Di dalam defence strategic yang baru, Amerika Serikat menempatkan kawasan Indo Pacific sebagai sebagai faktor yang harus diperhatikan, dimana disitu terdapat Indonesia sebagai pemain yang sangat berperan besar di dalam kawasan Indo Pasifik," kata Eko.
Dalam pertemuan ini kedua pihak juga menekankan kembali untuk terus saling menjaga dan menghormati integritas kedaulatan masing-masing negara.
Menanggapi perkembangan situasi dan tantangan yang berkembang di lingkungan saat ini, Menhan Amerika Serikat juga mengajak Indonesia untuk selalu bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam segala hal.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Pejabat Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan melakukan kunjungan ke Indonesia dan bertemu dengan Menhan RI Ryamizard Ryacudu, Kamis (30/5/2019).
Pada kesempatan tersebut Ryamizard menyampaikan harapannya agar unit pasukan khusus Indonesia, Kopassus, dapat kembali menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat dalam waktu dekat.
"Kementerian Pertahanan telah mengirim surat kepada Kongres AS, berharap Kopassus dapat kembali mengikuti pelatihan di Amerika Serikat. Semoga dalam waktu dekat," ujar Ryamizard dalam konferensi pers bersama dengan Shanahan di Jakarta, Kamis (30/5/2019).
Baca: Prabowo Tawarkan Medium Tank Buatan PT Pindad Kepada Filipina
AS telah menangguhkan kerja sama dengan militer Indonesia, termasuk unit Komando Pasukan Khusus pada 1998, menyusul laporan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pasukan tersebut.
Penangguhan kerja sama tersebut didasarkan Hukum Leahy 1997, yang ditulis oleh Senator Patrick Leahy. Aturan tersebut melarang bantuan militer AS kepada pasukan keamanan negara asing yang melakukan pelanggaran berat HAM dengan impunitas.
Namun pada 2005, AS telah mencabut larangan kerja sama dengan militer Indonesia, kecuali Kopassus.
Barulah pada 2010, AS mengumumkan bakal kembali melanjutkan kerja sama militer dengan Kopassus tahap demi tahap, menyusul reformasi dalam unit tersebut.
Organisasi HAM internasional telah menuding Kopassus terlibat dalam serangkaian pelanggaran hak asasi manusia pada akhir 1990-an, yakni saat reformasi 1998 dan referendum Timor Timur pada 1999.