News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BPIP Ajak Masyarakat Kota Contoh Gotong Royong Warga Desa Desa

Penulis: Reza Deni
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Jenderal (Purn) Try Sutrisno dalam Pembekalan Materi Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Penceramah, Pengajar, dan Pemerhati yang digelar di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Jenderal (Purn) Try Sutrisno mengajak masyarakat di perkotaan untuk mencontoh masyarakat di pedesaan. Pasalnya, dikatakan Try, semangat gotong-royong selama ini masih dipertahankan di pedesaan.

"Gotong rotong masih di desa. Kalau di kota mulai individualisme. Makanya kita teruskan tradisi-tradisi yang baik, seperti gotong-royong, saling 'nuturi', saling menegur," kata Try dalam Pembekalan Materi Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Penceramah, Pengajar, dan Pemerhati yang digelar di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).

Try mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat akhir-akhir ini, terutama orang-orang kaya raya yang menurutnya semakin sulit diajak berkegiatan dan gotong-royong dalam masyarakat.

"Orang di kota makin ke sini bukan makin gotong-rotong, tetapi makin individualis. Jarang bertemu tetangga," katanya.

Wakil Presiden ke-2 RI itu mengatakan hanya di momentum tertentu pertemuan di masyarakat terjadj, bahkan hanya sekali-dua kali dalam setahun.

"Bertemunya  setahun sekali, saat 17 Agustus, atau Lebaran. Itu kalau RT-nya aktif, dikumpulkan," ujar Try yang kemudian disambut tawa hadirin.

Individualisme masyarakat di perkotaan, Try menjelaskan, ditunjukkan dengan model-moden hunian yang mengadopsi pagar besar, tinggi, dan tertutup.

Baca: BPIP Dorong Berdirinya Klinik Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan

"Peraturannya, pagar  itu tingginya 1,5 meter dan terbuka. Tetapi lihat, ada rumah dengan pagar beton, tinggi, tidak ada lubang. Itu mesti ditegur," katanya.

Adapun aturan soal pagar itu tertuang dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7/1991 tentang Bangunan dalam Wilayah DKI Jakarta, yang isinya pagar depan tinggi maksimal 1,5 meter dan harus tembus pandang bagian atasnya.

Selain menyalahi aturan, kata dia, keberadaan bangunan pagar yang semacam itu juga melanggar budaya dan etika bermasyarakat di Indonesia.

"Takut rumahnya dirampok, dimaling, jadi bikin pagar besi, tinggi, kemudian ada tombak-tombaknya, dan sebagainya. Malu kita sebagai umat yang berpancasila," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini