Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Mohamad Yusuf
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo, melakukan kunjungan kerja ke Kota Jayapura, Papua.
Dalam kunjungan kerja ini dia mengatakan, bahwa program kependudukan dan keluarga berencana tidak membatasi jumlah anak.
"Konsep pembangunan keluarga dan KB (Keluarga Berencana) adalah yang ingin kita capai. Karena itu kami tegaskan, KB di sini jangan hanya dipersepsikan kontrasepsi dan membatasi anak," kata Hasto, dalam kunjungannya di Jayapura, Papua, Senin (18/11/2019).
Hasto menyebut, untuk menjaga kualitas anak harus dilakukan penjarakan kelahiran, taitu minimal tiga tahun dan maksimal lima tahun.
"Jadi bukan jumlahnya dibatasi hanya dua. Kalau dua anak tapi jarak kelahirannya kurang dari tiga tahun, kualitas anak jadi tidak baik. Sebaliknya, jika anaknya enam tapi jaraknya tiga tahun, itu lebih terencana dan lebih baik kualitasnya," kata mantan Bupati Kulonprogo tersebut.
Di Papua, selama ini program KB kerap mendapatkan pertentangan dari warga. Mereka menganggap, KB itu untuk membatasi jumlah anak hanya dua saja. Hal itu juga merupakan bertentangan dengan ajaran agama.
Selain itu, jumlah populasi di Papua masih tergolong sedikit. Sementara, wilayah geografinya masih terlalu luas.
"Jadi tidak bisa membangun satu nusantara ini dari ukuran Jakarta dipakai untuk seluruh daerah. Tidak bisa one size for all. Karena itu kami akan melakukan grand desain. Bahkan jika istilah KB di Papua tidak diterima, kita bisa merubahnya menjadi Keluarga Sehat atau Keluarga Sejahtera. Kita tetap menjaga kearifan lokal," katanya.
Pendataan
Untuk membuat grand design tersebut, Hasto menyebut pihaknya akan bekerjasama dengan Pemprov di Papua. Satu diantaranya dengan melakukan pendataan penduduk dengan menurunkan kader-kader di desa hingga kecamatan.
"Pendataan akan kami mulai pada tahun 2020. Kami ingin me-maping data, misalkan KK ini jumlah anaknya berapa. Ini untuk menopang grand desain pembangunan keluarga. Nanti data ini bukan jadi milik kami saja, tapi juga milik lokal seperti Kecamatan, Kabupaten, maupun provinsi” kata Hasto.
Pendataan tersebut, lanjut Hasto, sangat penting. Pasalnya, sangat dibutuhkan untuk pengelolaan penduduk.
"Kalau kita tidak tahu penduduk itu sendiri, bagaimana kita bisa membuat rencana-rencana kedepan," jelasnya.
Salah satu data yang dibutuhkan, yaitu jumlah keluarga dalam satu KK (Kartu Keluarga). Berapa jumlah anak, data orang Papua asli (OAP) dan pendatang.
Baca: BKKBN Buka 282 Formasi Pendaftaran CPNS 2019, Berikut Ini Contoh Surat Pernyataannya
"Pemilahan data ini penting karena bisa membuat pola pertumbuhan seimbang kedepan. Bagaimana populasinya masih sedikit, kan perlu juga untuk dipertimbangkan agar pertumbuhan penduduknya seimbang," jelasnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, Hery Dosinaen, mengatakan bahwa rekonstruksi kebijakan yang sentralistik kepada kekhususan lokal Papua tersebut yang diharapkan. Namun tanpa harus mereduksi kebijakan pusat tersebut.
Baca: Cegah Stunting, Interval Kelahiran Antara Anak Pertama dan Berikutnya Harus Mencapai 36 Bulan
"Setidaknya kebijakan itu bisa diaplikasikan di daerah-daerah sesuai kearifan lokal di Papua. Karena kita semua tahu, jumlah penduduk Orang Asli Papua sangat sedikit. Sementara wilayah Papua sangat luas, tiga kali pulau Jawa," jelas Hery yang mendampingi Hasto tersebut.
Karena itu, pihaknya menyambut baik rencana tersebut. Termasuk dengan pendataan penduduk yang akan dilakukan oleh BKKBN.
"Ketika tim BKKBN sudah bersinergi bersinergi di Kabupaten dan distrik, Kami harapkan ada data-data konkrit dari sini. Ada matriks yang menjadi referensi kita untuk mengambil kebijakan kebijakan," jelas Hery.
Pihaknya menyadari selama ini tidak memiliki data asli berapa OAP dan pendatang. Meskipun Gubernur Papua, Lukas Enembe sendiri telah meminta para Bupati dan Wali Kota untuk melakukan pendataan OAP tersebut.
"Tapi sampai hari ini kami tidak pernah mendapatkan informasi data tersebut. Karena itu dengan kader BKKBN, diharapkan bisa melakukan pendataan tersebut. Dengan memaping setiap distrik maupun kabupaten. Bisa didapatkan berapa jumlah penduduk berdasarkan pendidikan dan lapangan kerja," katanya.
Dengan adanya data penduduk tersebut, lanjut Hery, bisa menjadi dasar mengambil kebijakan karena selama ini ada kendala geografis dan instrumen. Banyak instrumen-instrumen yang mendukung sangat terbatas.
"Termasuk yang tinggal di gunung-gunung. Ada juga karena kearifan lokal. Ketika dilakukan pendataan, mereka merasa 'diincar', ketakutan. Ini realita yang kita hadapi," jelasnya.
Dalam kunjungan kerjanya tersebut, BKKBN menggelar beberapa agenda sejak 16 November hingga 21 November 2019.
Salah satunya, Diskusi Terarah bersama Forkopimda, instansi terkait, dan mitra guna mendengar masukan konsep pembangun KB yang tepat di Papua.
Lalu, bersamaDeputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga M. Yani, berkunjung ke Kampung KB Warbo.
Kemudian, Talkshow Membangun Keluarga Sehat dan Sejahtera, bersama, Gubernur Papua Barat, Ketua DPRD Papua Barat, Pangdam Kasuari, Ketua Dewan Adat Papua, dan Ketua TP PKK Provinsi Papua Barat.
Aagenda terakhirnya, kunjungan dan penyerahan bantuan sosial ke Kampung KB Kampung Udopi, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.