Menurut Anda bagaimana peluang judicial review terkait Undang‑undang KPK?
Menurut saya 50‑50. Artinya peluang sama‑sama kuat. Kan selalu ada kejutan di Mahkamah Konstitusi.
Dulu waktu saya masih di MK, orang mengira tidak bakalan berani membongkar kasus sadapan pembicaraan rahasia para pejabat. Orang mengira saya takut, ternyata bikin kejutan.
Waktu saya membubarkan Badan Pengelola (BP) Migas, semua orang tidak percaya. Orang mengira MK tidak mungkin berani membubarkan, soalnya lembaga itu begitu kuat selama bertahun‑tahun.
Saya bubarkan juga bisa. Masih ada peluang 50‑50. Namun kalau saya disuruh memprediksi, MK akan mengabulkan sebagian permohonan. Kan ada 11 permohonan yang diajukan. Tidak semua dikabulkan. Kita lihat saja.
Terkait Papua apa prioritas Anda?
Saya baru berdiskusi dengan Pak Sutiyoso (Mantan Kepala Badan Intelijen Negara/BIN Sutiyoso) soal Papua. Menurut Pak Sutiyoso, sebenarnya tidak sulit‑sulit amat menangani kelompok separatis di Papua.
Kelompoknya banyak, tapi setiap kelompok tidak lebih dari 30 orang. Masing-masing kelompok tidak mesti bisa menyatu. Pendekatan terhadap kelompok separatis itu adalah penegakan hukum. Yang separatisme itu kita lawan menggunakan penegakan hukum.
Sedangkan orang yang cuma ikut‑ikut kita kembalikan ke masyarakat. Kita lindungi mereka, kita bangun kembali keberanian mereka untuk menyatakan diri sebagai warga negara Indonesia yang sah.
Baca: Soal Reuni Akbar 212, Klaim dapat Izin dari Anies Baswedan hingga Tanggapan Mahfud MD
Soal posisi Papua dalam bingkai NKRI sudah final, tidak bisa dikutak-katik lagi. PBB telah mengesahkan Pepepra (Penentuan Pendapat Rakyat) 1969. Sudah final. Pepera itu tidak bisa diulang.