TRIBUNNEWS.COM - Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok dipastikan menjadi Komisaris Utama di PT Pertamina.
Keputusan tersebut telah disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Menanggapi keputusan tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD memberikan tanggapannya.
Melansir Kompas.com, Mahfud MD memastikan tidak ada persoalan hukum dengan terpilihnya Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
"Ahok di Pertamina ya tidak apa-apa. Kalau saya bicara secara hukum, ya tidak ada masalah hukum," ujar Mahfud usai berziarah ke makam Gusdur di Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Sabtu (23/11/2019).
Meski Ahok pernah dipidana dengan kasus penistaan agama, hal tersebut tidak bisa menghalanginya untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.
"Begini lho, orang dipenjara itu kan sekarang tidak disebut dipenjara. Penjara itu zaman Belanda, sekarang di undang-undang namanya lembaga pemasyarakatan."
"Orang yang sedang dihukum pun diberi hak-hak keperdataannya untuk hidup di masyarakat, apalagi sudah bebas," kata Mahfud.
Berbagai respons pro dan kontra terkait rencana penunjukan Ahok sebagai petinggi BUMN memang sempat mengemuka.
Mahfud MD menegaskan masuknya Ahok ke PT Pertamina tidak memiliki masalah pada aspek hukum.
Ia mengatakan PT Pertamina merupakan badan hukum perdata.
"BUMN itu kan bukan jabatan politik, itu badan hukum perdata. Nah, kalau orang setuju tidak setuju, itu biasa saja. Orang jadi ketua RT saja, ada yang setuju ada yang tidak setuju," kata Mahfud.
Dikabarkan, Ahok akan dilantik pada Senin (25/11/2019).
Pengangkatan Ahok akan dilakukan saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPLSB) Pertamina.
Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.
“Setelah keluar surat (persetujuan dari presiden) akan dilakukan RUPS. RUPS akan dilakukan hari senin untuk Pertamina mengangkat dewan komisaris dan dewan direksi Pertamina,” ujarnya, Jumat (22/11/2019), dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Arya menjelaskan, Ahok akan langsung diminta menjalankan tugas yang diberikan Menteri BUMN, Erick Thohir.
“Setelah diputuskan Pak Ahok langsung tugas. Tugasnya melakukan pengawasan, diatribusi, efisiensi dan persoalan kilang-kilang (milik Pertamina),” kata Arya.
Tugas dan Wewenang Ahok
Secara garis besar, tugas Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina adalah pengawasan.
Berdasarkan Pasal 31 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tugas seorang komisaris BUMN yakni mengawasi direksi dalam menjalankan kepengurusan persero, serta memberikan nasehat kepada direksi.
Lebih lanjut, mengutip dari Kompas.com, penjabaran lebih lengkap terkait tugas dan wewenang komisaris BUMN tercantum di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
Pada bagian kedua PP tersebut, tugas dan wewenang lengkap komisaris BUMN tercantum di Pasal 59 hingga Pasal 64.
Berikut tugas dan wewenang komisaris BUMN:
Pasal 59
(1) Komisaris dan Dewan Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha BUMN.
(2) Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Atas nama Perum, Pemilik Modal dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Dewan Pengawas yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perum.
Pasal 60
(1) Komisaris dan Dewan Pengawas bertugas untuk: a.Melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan BUMN yang dilakukan oleh Direksi; dan b.Memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan pengurusan BUMN.
(2) Tugas dan wewenang Komisaris dan Dewan Pengawas diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar BUMN.
Pasal 61
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas dapat mengangkat seorang sekretaris Komisaris/Dewan Pengawas atas beban BUMN.
Pasal 62
Jika dianggap perlu, Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh bantuan tenaga ahli untuk hal tertentu dan jangka waktu tertentu atas beban BUMN.
Pasal 63
Semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Komisaris dan Dewan Pengawas dibebankan kepada BUMN dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
Pasal 64
(1) Segala keputusan Komisaris/Dewan Pengawas diambil dalam rapat Komisaris/Dewan Pengawas.
(2) Keputusan Komisaris/Dewan Pengawas dapat pula diambil di luar rapat Komisaris/Dewan Pengawas sepanjang seluruh anggota Komisaris/Dewan Pengawas setuju tentang cara dan materi yang diputuskan.
(3) Dalam setiap rapat Komisaris dan Dewan Pengawas harus dibuat risalah rapat yang berisi hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan, termasuk pernyataan ketidaksetujuan anggota Komisaris/Dewan Pengawas jika ada.
(4) Tata cara rapat Komisaris dan Dewan Pengawas diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar BUMN.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Kontributor Jombang, Moh. Syafií/Akhdi Martin Pratama/Yoga Sukmana)