TRIBUNNEWS.COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ruhut Sitompul mengatakan, wacana amandemen Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) itu berasal dari Megawati Soekarnoputri.
Menurut Ruhut, wacana dari Ketua Umum PDI-P itu merupakan usulan yang baik, karena Indonesia memerlukan GBHN.
"Wacana amandemen GBHN itu dari ketua umum kami, ibu megawati, kan itu baik sekali," ujar Ruhut di Studio Kompas TV, Minggu (24/11/2019), dikutip dari Kompas TV.
"Kita perlu, apapun kita perlu yang namanya GBHN," lanjut Ruhut Sitompul.
Dirinya mengatakan bahwa ketidaktentuan dari keputusan politik menimbulkan wacana tersebut, namun ia tetap menyerahkan keputusan di tangan masyarakat Indonesia.
"Namanya politik, politik tidak selalu mengatakan 2+2=4, timbullah wacana ini, tapi tetap nanti keputusan ada di tangan rakyat," jelasnya.
Baca: Ditanya soal Jokowi Mau jadi Presiden hingga 15 Tahun, Ruhut Sitompul Sebut Politisi NasDem yang Mau
Ruhut menyatakan, masa jabatan presiden yang dibatasi sampai dua periode sudah menjadi kebijakan yang tepat.
"Saya mau mengatakan, dua periode ini baik sekali, apalagi Pak Jokowi tegas sudah mempunyai tagline Indonesia maju," tambah Ruhut.
Namun, dirinya juga tidak memungkiri akan mendengar usulan dari partai politik lain yang menginginkan ada penambahan masa jabatan presiden yang lebih dari dua periode.
"Tapi kalau teman-teman koalisi kalau dia pengen 3 periode, ada yang 8 dan 7 (periode), tentu kami juga mesti harus mendengar semua," kata dia.
Ia kemudian mengatakan untuk mengikuti langkah Negara Tiongkok yang menghapus pembatasan masa jabatan presiden.
Diketahui saat ini Negara Tiongkok dipimpin oleh Presiden Xi Jinping yang akan menjadi presiden seumur hidup.
Ruhut Sitompul mengatakan perlunya meniru Tiongkok karena negara tersebut adalah negara terkuat di dunia saat ini.
Selain itu, Tiongkok juga dikatakan sebagai negara yang memberi banyak hutang kepada negara lain.
"Kita juga nggak bisa bilang kita nggak perlu tiru China, nyatanya negara terkuat di dunia ini China, ini fakta, nyatanya semua negara di dunia ini ngutang sama China," ujar Ruhut.
Baca: Hasto Tegaskan DPRD dari PDIP Tak Boleh Korupsi, Hidup Sederhana dan Harus Paham Geopolitik
"Kita mau maju nggak? Kita mau Indonesia maju sekali nggak?" tanya Ruhut.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, wacana penambahan masa jabatan presiden itu biar saja berkembang, karena Undang-Undang adalah hasil dari kesepakatan semua pihak.
"Sebenarnya Undang-Undang itu kesepakatan daripada semua pihak, karena itu menurut saya wacana itu biarkan saja dikembangkan," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (22/11/2019).
Ma'ruf Amin menilai wacana tersebut tidak ada yang menyetujuinya, ia merasa cukup dua periode saja untuk masa jabatan presiden.
Baca: Hasto Tegaskan DPRD dari PDIP Tak Boleh Korupsi, Hidup Sederhana dan Harus Paham Geopolitik
Ia mengaku itu tidak masalah, jika terus berkembang tinggal bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahasnya.
"Kan juga tidak ada yang setuju, cukup dua periode, juga ada yang menambah, ya kita serahkan di DPR didiskusikan saja, mana yang terbaik," imbuh Ma'ruf.
Wakil Presiden tidak ingin berpendapat mengenai mana yang terbaik terkait wacana tersebut.
Ia menyerahkan wacana tersebut berkembang di masyarakat.
"Jadi saya tidak akan mengatakan mana yang terbaik, kita lihat saja," lanjutnya.
Senada dengan Ma'ruf Amin, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mempersilakan MPR untuk mengkaji sejumlah wacana termasuk adanya wacana memperpanjang masa jabatan presiden.
Moeldoko menilai wacana yang beredar itu hal yang biasa saja, masyarakat boleh berpendapat dalam negara demokrasi.
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja. Negara demokrasi semua pandangan, pendapat terwadahi ya. Itu baru suara-suara dari masyarakat," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/11/2019), dikutip dari Kompas.com.
Moeldoko meminta MPR untuk menyiapkan kajian akademik secara mendalam terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.
Sehingga nanti bisa mendapatkan keputusan untuk meneruskan wacana tersebut atau tidak.
Moeldoko juga mengharapkan tidak ada dampak negatif dari wacana yang berkembang di masyarakat ini.
"Mungkin nanti lebih ke bagaimana wacana akademik, setelah itu melalui round table discussion diperluas. Lalu akan mengerucut apakah pandangan itu pas atau tidak dan seterusnya," ujarnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)