News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Titi Anggraini Ungkap Kekuasaan Otoriter Bermula dari Masa Jabatan Presiden yang Tak Dibatasi

Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan Indonesia seperti krisis figur akibat adanya wacana penambahan masa jabatan presiden.

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, diperlukan sistem yang baik dan pemimpin yang baik untuk menjadikan Indonesia lebih baik.

Menurut Titi, jika yang bekerja hanya orangnya, maka sistem dalam negara akan rusak.

Sebaliknya jika yang berjalan adalah sistemnya, maka siapapun presidennya tidak akan menjadi masalah.

"Pertama orientasi kita orang atau sistem?, kalau yang bekerja ada orang, tentunya sistem akan rusak," ujar Titi di Studio Kompas TV, Minggu (24/11/2019), dikutip dari Kompas TV.

"Kalau sistem yang bekerja, siapapun yang mengisi sistem maka dia akan berjalan," lanjut Titi.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan Indonesia seperti krisis figur akibat adanya wacana penambahan masa jabatan presiden. (Tangkap Layar kanal YouTube Kompas TV)

Sehingga Titi menyimpulkan jika hanya memilih pemimpin tanpa memilih sistem yang bagus, itu kurang tepat.

"Jadi meletakkan pada figur itu kurang tepat," jelas Titi Anggraini.

Titi Anggraini mengatakan, sistem dan orang yang tepat diperlukan untuk memimpin sebuah negara.

Belajar kepemimpinan di Indonesia sebelumnya dan negara lain, masa jabatan presiden yang tidak dibatasi akan menimbulkan kekuasaan yang otoriter, dan memunculkan pemimpin yang diktator.

"Sistem dan orang kan harus dipertemukan dua-duanya, 20 tahun tidak serta merta tidak demokratis, tapi belajar dari praktik-praktik negara dunia, negara otoriter diktator bermula dari kekuasaan yang tidak dibatasi," jelas Titi.

Menurutnya, Indonesia ini perlu membangun sebuah sistem yang baik untuk mencegah tindak penyalahgunaan wewenang.

"Kita membangun perangkat instrumen yang membatasi ruang-ruang penyimpangan itu terjadi," ungkap Titi.

Ia berujar bahwa wacana penambahan masa jabatan presiden tersebut masih menjadi sebuah asumsi.

Sehingga menurutnya diperlukan pembatasan periode masa jabatan presiden agar tidak terjadi penyimpangan.

"Kita kan masih asumsi-asumsi, oleh karena itu yang kita bangun adalah supaya dengan pelajaran banyak Indonesia dan negara lain, dimana negara yang dibuka dengan batasan terlalu fleksibel membuka penyimpangan, maka pembatasan periode diperlukan," jelas Titi.

Titi mengatakan, masa jabatan presiden dua periode dinilai lebih tepat untuk negara demokrasi seperti Indonesia.

"Dua periode adalah pilihan moderat, mayoritas negara-negara demokrasi memilih dua periode, bahkan ada yang dua periode nya kurang dari lima tahun, Amerika Serikat misalnya, Taiwan, Mongolia, semua empat tahun," jelasnya.

Sehingga menurutnya diperlukan perbaikan sistem dalam negara demokrasi, seperti memperbaiki peraturan mengenai presiden dan partai politik.

"Oleh karena itu, kita membenahi misalnya soal instrumen pemilu kita supaya lebih demokratis, bagaimana membenahi sistem presidensil kita sehingga check and balance semakin kuat, partai politik kita lebih demokratis, itu yang diperlukan," tambah Titi.

Senada dengan pendapat Titi Anggraini, Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Handi Risza mengatakan, pilihan membatasi masa jabatan dua periode adalah yang terbaik.

Dia menyampaikan membatasi dua periode menjadi pilihan terbaik karena belajar dari masa kepemimpinan presiden yang sebelumnya.

"Tentu kita belajar banyak dari masa kepresidenan sebelumnya, baik dari zaman orde lama, orde baru, dan pasca-reformasi, pilihan membatasi masa kepemimpinan presiden dua periode, itu sudah menjadi pilihan terbaik saat ini," ujar Handi.

Juru Bicara PKS, Handi Risza (Rizal Bomantama/Tribunnews.com)

Menurut Handi, diperlukan pembicaraan yang lama untuk mendiskusikan perubahan masa jabatan presiden tersebut.

"Kedepannya kita tidak tahu, tentu diperlukan diskusi yang berkembang dengan hal itu," kata dia.

Ia berharap, kepemimpinan Indonesia yang diwarnai kasus korupsi akan terulang kembali.

Handi berharap dengan adanya pembatasan masa jabatan presiden yang maksimal dua periode itu, badan legislatif dan seluruh masyarakat bisa mengawasi dan mencegah tindakan penyalahgunaan kekuasaan.

"Kita tidak ingin mengulang kesalahan-kesalahan masa lalu, ketika kekuasaan itu diberikan, terbuka lebar dan tidak ada kontrol yang kuat dari legislatif atau masyarakat, tentunya ada kecenderungan untuk manipulatif atau corrupt," jelas Handi.

Ia memberi contoh, ketika masa jabatan presiden sampai tiga periode, saat ada di periode kedua, presiden atau pendukungnya akan menyiapkan segala cara untuk mendukungnya terpilih kembali untuk periode ketiga.

"Misalnya begini, ketika presiden terpilih untuk pertama kalinya atau kedua kalinya, ketika dia punya massa untuk tiga periode, tentunya dia atau pendukungnya akan berpikir bagaimana dia bisa tiga periode," ujar dia.

Menurutnya, masa jabatan presiden yang lebih dari dua periode itu menimbulkan celah untuk presiden mempertahankan kekuasaannya,

"Nah itu yang membuka celah untuk melakukan apa saja, sehingga kekuasaan itu dia pertahankan dengan segala cara," lanjutnya.

Handi kemudian mengatakan, saat ini Jokowi yang berada dia periode keduanya, tengah membuat kebijakan terbaik daripada memikirkan akan menjabat lagi di periode selanjutnya.

"Misalkan dengan sekarang, Pak Jokowi sudah dua periode, dia berpikir untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terbaik buat rakyat, bukan malah justru memikirkan untuk ketiga kalinya," jelas Handi.

Namun berbeda dengan Titi Anggraini dan Handi Risza, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Zulfan Lindan mengatakan, masa kepemimpinan Presiden Jokowi memiliki indikator untuk dikatakan sebagai masa kepemimpinan yang sukses.

Zulfan Lindan mengatakan tidak ada salahnya kalau presiden nantinya akan tiga periode. (Tangkap Layar kanal YouTube Kompas TV)

Zulfan Lindan menilai Jokowi sudah sukses jika dilihat dari banyaknya pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Kita melihat ada orang sukses memimpin negara, ada indikatornya, dan kita menginginkan ada infrastruktur yang terbangun luas, terbaik di Indonesia," ujar Zulfan.

Zulfan menilai jika masyarakat Indonesia sudah rindu dengan keberhasilan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi saat ini.

"Jadi kerinduan orang terhadap negara yang maju seperti ini, MRT dimana-mana, jalan tol terbangun ribuan kilo meter, ini satu keberhasilan," jelasnya.

Menurutnya, kepemimpinan Presiden Jokowi yang berhasil tersebut perlu untuk diteruskan di periode selanjutnya, meskipun saat ini Jokowi sudah ada di periode keduanya.

"Nah ketika orang berhasil begini, apa salahnya kita teruskan?" ujar Zulfan.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini