TRIBUNNEWS.COM - Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi), kini giliran Wakil Presiden Maruf Amin menunjuk delapan staf khusus yang akan membantu menjalankan tugasnya selama lima tahun ke depan.
Ada nama mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Mohammad Nasir, hingga Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas.
Selain itu, Maruf Amin juga menunjuk beberapa mantan ketua PBNU lainnya.
Disampaikan oleh Juru BIcara Wapres, Masduki Baidlowi, delapan staf khusus wakil presiden mulai bekerja sejak Senin (25/11/2019) kemarin.
Delapan staf khusus wapres tersebut telah dibagi sesuai nomenklatur berdasarkan peraturan sebelumnya.
"Bahwa beliau baru saja telah memanggil seluruh staf khusus yang sudah mendapatkan surat keputusan dari presiden."
"Ada 8 orang staf khusus itu dengan bidang masing-masing yang sudah sesuai dengan nomenklatur yang sesuai dengan peraturan sebelumnya, yaitu mulai dari jaman wakil presiden sebelumnya yaitu Bapak Jusuf Kalla," tutur Masduki Baidlowi dalam siaran live Kompas TV.
Berikut profil delapan staf khusus wakil presiden Maruf Amin, dirangkum dari berbagai sumber:
1. Mohamad Nasir (Bidang Informasi & Birokrasi)
Mohamad Nasir merupakan mantan Menristek Dikti pada Kabinet Kerja Jokowi (2014-2019).
Sebelum terpilih menjadi Rektor II di kampusnya, Mohamad Nasir adalah Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (UNDIP) untuk periode 2010-2014.
Lalu, masa jabatan sebagai Rektor II UNDIP berlangsung sejak 2014 hingga 2018.
Selain itu, Nasir juga merupakan Guru besar bidang Behavioral Accounting dan Management Accounting.
Mengutip dari Tribunnews, Mohamad Nasir menyelesaikan gelar sarjananya di UNDIP dan gelar magisternya di Universitas Gajah Mada (UGM).
Kemudian gelar PhD dia kantongi dari University of Science Malaysia.
Pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 27 Juni 1960 itu juga dikenal sebagai pakar anggaran.
Nasir juga dikenal dekat dengan mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ia juga diketahui masih memiliki hubungan kerabat (kakak ipar) dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
Saat menjadi menteri pada Kabinet Kerja, Nasir sempat mengeluarkan wacana kebijakan kontroversial.
Yakni penghapusan kewajiban skripsi sebagai syarat kelulusan S-1.
Mengutip dari Wikipedia.org, Nasir sempat melakukan gebrakan memberantas Universitas Swasta palsu atau "kampus abal-abal".
Yaitu universitas yang tidak menyelenggarakan perkuliahan sesuai standar, kampus sedang nonaktif tetapi tetap melakukan penerimaan.
Namun, hanya melakukan wisuda atau yang menjual ijazah palsu.
2. Satya Arinanto (Bidang Hukum)
Pada Oktober 2009, Satya Arinanto diangkat menjadi staf khusus wakil presiden bidang hukum.
Tak hanya itu, ia juga ditunjuk sebagai wakil ketua merangkap anggota Komisi Kejaksaan RI pada Maret 2011.
Sebelumnya, Satya merupakan guru besar termuda di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Ia diangkat sebagai guru besar Fakultas Hukum UI pada 2005.
Mengutip dari situs resmi Universitas Indonesia, meraih ketiga gelarnya di UI.
Yaitu S-1 Fakultas Hukum tahun 1985-1990, S-2 Ilmu Hukum Bidang Hukum dan Kehidupan Kenegaraan tahun 1994-1997, dan S-3 Ilmu Hukum Bidang Hak Asasi Manusia tahun 1997-2003.
Tak hanya di UI, Satya juga mengajar di Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana di berbagai universitas negeri dan swasta di Indonesia.
Selama di UI, Satya pernah menjabat sebagai Sekretaris Pembantu Dekan II (1990-1992), Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara (1993-1999), Sekretaris Pembantu Dekan Bidang Akademik (1994-1996), Staf Pembantu Dekan V Bidang Kerjasama (1997-1999), dan kemudian Pembantu Dekan V Bidang Pendayagunaan Sistem Informasi Hukum (1999-2004).
3. Sukriansyah S Latief (Bidang Infrastuktur Investasi)
Sukriansyah S Latief merupakan mantan Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Kebijakan pada Kabinet Kerja Jokowi-JK periode 2014-2019 serta Komisaris Pupuk Indonesia Holding.
Mengutip dari situs blog pribadinya, pria yang kerap disapa UQ Sukriansyah ini juga seorang jurnalis senior koran Harian Fajar.
Puncak kariernya, Sukriansyah menjabat jadi Pemimpin Redaksi (Pimpred).
Lalu, ia juga pernah menjadi wartawan Majalah Tempo pada kepemimpinan Goenawan Mohamad.
Serta Kepala Biro Majalah Forum Keadilan yang dikomandani Karni Ilyas.
Disisi lain, ia mengajar di Yayasan Universitas Fajar.
Sukriansyah juha pernah menjadi pengajar di Pascasarjana Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar.
Pria kelahiran 30 Agustus 1969 ini menyelesaikan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Hasanuddin pada 1998.
Gelar Magister Hukum didapat Sukriansyah setelah menempuh studi Universitas Indonesia.
Sementara gelar Doktor bidang Hukum ia dapatkan setelah melanjutkan program S-3 di Universitas Hasanuddin.
4. Lukmanul Hakim (Bidang Ekonomi & Keuangan)
Lukmanul Hakim merupakan mantan ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Dikutip dari laman MUI, dirinya dikenal sebagai pakar Sertifikasi Halal.
Tentang pendidikannya, Lukmanul Hakim menyelesaikan gelar sarjana hingga magisternya di jurusan Teknik Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Kemudian, ia melanjutkan studinya di Universitas Islam Eropa (UIE), Rotterdam dan mendapat gelar PhD.
Dalam pendidikannya tersebut, Lukmanul Hakim mempertahankan disertasi berjudul An Islamic and Scientific Perspective on Istihalah dan lulus dengan predikat Cumlaude.
Selanjutnya, Lukmanul menjadi guru besar dan mengajar di IUE.
Sebelumnya, pada 1995 ia juga menjadi dosen di Teknologi Pangan Universitas Djuanda.
Berkat dirinya, universitas tersebut memiliki Fakultas Ilmu Makanan Halal.
Karena keahliannya di bidang pangan, Lukmanul dikenal sebagai pelopor terbitnya buku-buku standar Sistem Jaminan Halal (HAS 23000) yang sekarang dijadikan standar bagi perusahaan bersertifikat halal dan referensi bagi Lembaga Sertifikat Halal luar negeri.
5. Muhammad Imam Aziz (Bidang Penanggulangan Kemiskinan & Otonomi Daerah)
Muhammad Imam Aziz merupakan ketua PBNU Pengurus Harian Tanfidziyah yang diangkat pada 2012.
Dikutip dari situs resmu NU Online, Imam Aziz pernah dinobatkan sebagai tokoh multikultural oleh organisasi bernama Islamic Fair of Indonesia (IFI), di Jakarta pada Desember 2011.
Pria kelahiran Pati 1962 itu, meraih penghargaan tersebut karena berhasil mendirikan dan mengembangkan Lembaga Kajian Islam (LKiS) di Yogyakarta.
Dalam LKis, Imam Aziz dinilai mampu mengembangkan wacana baru dan kritis di kalangan kaum dan remaja Islam.
Serta komunitas pesantren hingga ke pelosok-pelosok desa dengan membuat program buku yang harganya terjangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.
Imam Azis merupakan seorang santri dan pernah berkuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Ia merupakan aktifis dan kader organisasi PMII.
Imam Aziz juga sosok yang dikenal sebagai aktivis toleransi.
6. Masduki Baidlowi (Bidang Informasi & Komunikasi)
Dilansir Kompas.com, Masduki Baidlowi adalah tokoh ulama yang sempat berprofesi sebagai wartawan hingga pimpinan redaksi.
Ia meniti kariernya menjadi wartawan di sebuah majalah politik.
Masduki Baidlowi mengenyam pendidikan SD di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Jannah.
Ia kemudian melanjutkan SMP ke Madrasah Tsanawiyah Pesantren Sidogiri dan SMA di Madrasah Aliyah Pesantren Salafiyah.
Memasuki jenjang kuliah, Masduki melanjutkan studinya ke IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Masduki pernah mengisi jabatan sebagai Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PBNU pada 1999-2004 hingga sekarang.
Selain itu, Masduki merupakan politisi Parta Kebangkitan Bangsa (PKB).
Melalui partai inilah ia sempat menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009.
Saat itu, ia menjabat sebagai Ketua Komisi X DPR RI.
Ia juga tercatat menjabat sebagai Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi di Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
7. Robikin Emhas (Bidang Politik & Hubungan Antar Negara)
Robikin Emhas merupakan satu diantara Ketua PBNU yang cukup dekat dengan Wapres Ma'ruf Amin.
Robikin Emhas adalah seorang Advokat dan Konsultan Hukum dan anggota dari Lembaga Pengkajian MPR RI 2017-2019.
Kiprahnya di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sudah tidak diragukan lagi.
Menurut riwayat hidup yang diterima Tribunnews, diketahui Robikin Emhas sejak 1989 hingga 1997 aktif dalam organisasi Islam tersebut sampai pada akhirnya masuk dalam kepengurusan Nahdatul Ulama.
Ia kemudian diajukan sebagai Ketua PBNU dengan masa jabatan 2015-2020.
Tentang pendidikannya, Robikin sejak SD dirinya selalu mendapat peringkat terbaik.
Ia berhasil menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 1993 mengambil jurusan Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang.
Selanjutnya, ia meneruskan S-2 di Universitas Brawijaya.
Namun ia memutuskan beralih ke Universitas Putra Bangsa mengambil jurusan Ilmu Hukum dan berhasil menyelesaikan tesisnya pada 2005 dengan predikat sangat memuaskan.
Tak hanya pendidikan formal, ia pun pernah mengaji di pondok pesantren Hidayatus Salam Gresik, Qiyamul Manar Gresik, dan Miftahul Huda Gading Kasri Malang.
8. Masykuri Abdillah (Bidang Umum)
Masykuri Abdillah adalah Guru Besar Fikih Siyasah (Politik Islam) Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ia berhasil menyelesaikan studinya di Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) Jakarta dan meraih gelar sarjana hingga magister.
Lalu, ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Hamburg.
Mengutip laman UIN Syarif Hidayattullah, Masykuri lahir pada 22 Desember 1958.
Pakar Fikih Islam tersebut pernah menjadi ketua PBNU pada periode 2006-2010.
(*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)