Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian meminta Menteri Agama, Fachrul Razi mempertimbangkan kembali pemberian izin kepada ormas Front Pembela Islam (FPI).
Dilansir dari tayangan Kompas Petang, ia menilai masih ada aturan dalam AD/ART FPI yang berpotensi bertentangan dengan prinsip NKRI.
Ia mengatakan, Kementerian Dalam Negeri membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkan perpanjangan surat keterangan terdaftar Front Pembela Islam atau SKT.
Hal tersebut ia sampaikan saat rapat bersama Komisi II DPR RI, Kamis (27/11/2019).
Tito mengakui FPI sudah membuat surat diatas materai mengenai pernyataan dan kesetiaanya terhadap NKRI dan Pancasila.
Tapi di sisi lainya, Tito menyoroti terkait isi AD/ART yang menjadi pedoman FPI tersebut, ada hal - hal yang dikhawatirkan bisa menimbulkan idelogi dan pemahaman baru selain Pancasila.
"Tapi problemanya ada di AD/ART. Di AD/ART itu disampaikan visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan syariat islam secara kaffah di bawah undang-undang khilafah islamiya,"
"Melalui pelaksanaan dakwah menurut manhaj nubuwwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad," kata Tito.
Penerapan islam secara kaffah menurut Tito, itu ada teologis yang bagus, namun kemarin sempat muncul istilah dari FPI jika NKRI bersyariah.
"Dan yang dimaksudkan NKRI bersyariah itu maksudnya seperti apa? apakah maksudnya diberlakukan seperti apa yang di Aceh saat ini?," tanya Tito.
Dalam keterangan lanjutanya, Tito mengarisbawahi jika memang benar penerapan Indonesia itu akan dijadikan NKRI bersyariah, Tito lantas mempertanyakan bagaimana tanggapan dari elemen-elemen lain, elemen-elemen nasionalis, elemen-elemen minoritas, dan segala pemikiran yang telah dipikirkan oleh pendiri bangsa Indonesia.
Budiman Sudjatmiko, Politisi PDIP memberikan pendapat akan hal tersebut.
Dalam tayangan Rosi Kompas TV, Budiman mengatakan tidak bisa ormas diizinkan jika dalam konstitusinya membunuh negara itu.
"Ya kalau AD/ART yang dikatakan Mendagri ya menurut saya bagaimana sebuah negara mengijinkan sebuah ormas yang dalam konstitusinya membunuh negara itu," ucapnya saat menjadi narasumber pada Kamis (28/11/2019).