TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertimbangan pemberian grasi terhadap terpidana kasus korupsi Annas Maamun yakni atas dasar kemanusian.
Menanggapi hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap alasan tersebut sebagai pertimbangan yang paradoks.
Baca: Mengenal Istilah Ombimbus Law yang akan Dibahas Pemerintah dengan DPR RI
"Kalau bicara soal kemanusian, ya jangan nanggung. Ini buat saya kok jadi paradoks kalau dasarnya adalah kemanusiaan," ujar Peneliti ICW Lalola Easter usai diskusi publik di Kantor DPP PKS, Jumat (29/11/2019).
Lola, sapaannya, mengatakan, alasan kemanusiaan dalam grasi terpidana kasus korupsi kontras dengan terpidana mati kasus narkotika, Zulfiqar Ali.
Warga Pakistan tersebut tak mendapat kepastian grasi.
Padahal, saat itu, Zulfiqar mengalami sakit kanker hati ganas.
Grasi dari Jokowi tak kunjung diberikan sampai Zulfiqar meninggal pada 31 Mei 2018.
Menurut Lola, pertimbangan kemanusiaan dalam grasi yang diberikan Jokowi inkonsisten.
Seharusnya, pertimbangan kemanusiaan juga berlaku bagi Zulfiqar.
Terlebih, hukuman mati menanti ketika Zulfiqar didera sakit parah di balik jeruji.
"Ketika ada terpidana mati untuk perkara narkotika yang tidak dikabulkan grasinya, padahal sudah sakit kanker parah, itu jadi paradoks," kata Lola.
"Dulu kok enggak dikasih, padahal itu orang ibaratnya, sakaratul mautnya di ruang penjara, sekarang Annas diberikan," terang dia.
Dia menyatakan, publik tidak bisa memaklumi pemberian grasi yang diberikan Jokowi ketika negara inkonsisten terhadap pertimbangan kemanusiaan.