TRIBUNNEWS.COM - Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI), Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan maksud kata khilafah dalam AD/ART FPI.
Penjelasan tersebut disampaikan Abu Bakar Alatas dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Senin (2/12/2019).
Menurut Ali Abu Bakar Alatas makna dari kata khilafah dalam AD/ART FPI adalah mendorong negara-negara Islam untuk memperkuat kerjasama di bidang keuangan.
"Contoh supaya negara Islam ini bikin mata uang bersama, terus bikin pasar bersama, bikin pakta pertahanan bersama, bikin kurikulum pendidikan bersama," jelas Ali Abu Bakar Alatas.
Dengan kata lain, kerjasama multilateral antar negara-negara Islam dengan asas Pancasila.
"Sebagaimana Uni Eropa," terangnya.
Ali Abu Bakar Alatas mengakui memang dalam AD/ART FPI terdapat kata khilafah.
Menurutnya kata khilafah sering kali disalahpahami maknanya.
Seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal Menurut Ali Abu Bakar Alatas khilafah ini mempunyai banyak dinamika dan kajian yang luar biasa banyak.
"Cuma memang yang disalahpahami adalah seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal dinamikanya banyak, kajiannya luar biasa banyak," jelasnya.
Lebih lanjut, Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan bahwa asal mula kata khilafah adalah dari keyakinan umat Islam mengenai kedatangan Imam Mahdi yang akan datang pada akhir jaman.
"Nah kemudian untuk menyambut kedatangan Imam Mahdi itu, kita berpikir apa yang kita bisa kita berikan terus tidak bertentangan secara konstitusional juga tidak bertentangan dengan realita yang ada," terangnya.
Alasan tersbeut menjadi latar belakang FPI dalam membuat AD/ART yang satu di antara terkandung kata khilafah.
Soal Perpanjangan Izin FPI, M Qodari Sebut Tito Karnavian & Fachrul Razi Melihat Obyek yang Berbeda
Rencana Perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) menuai kontroversi dari banyak pihak.
Satu di antara yang berkomentar terkait perpanjangan izin FPI adalah Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.
Tanggapan M Qodari disampaikan dalam acara Rosi yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube Kompas TV, Kamis (28/11/2019).
Soal perpanjangan FPI, M Qodari menyoroti tiga hal, pertama soal pengeluaran izin yang hanya bisa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
"Pertama yang mengeluarkan izin ormas itu setahu saya mendagri ya bukan menteri agama jadi memang finalnya ada di Mendagri, itu pertama," ujar M Qodari.
Kedua, soal peran rekomendasi dari menteri agama dan pengaruh terhadap keputusan dari Mendagri.
"Yang kedua, saya tidak tahu seberapa jauh peran rekomendasi ini, wajib atau tidak dan apa pengaruhnya terhadap keputusan dari Mendagri," jelas M Qodari.
Yang ketiga, M Qodari menilai ada perbedaan soal obyek antara Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Agama Fachrul Razi.
"Yang ketiga, saya melihatnya memang ini sebetulnya bukan membicarakan barang yang sama," terang M Qodari.
Dalam rekomendasinya, Menteri Agama Fachrul Razi membicarakan mengenai ikrar kesetiaan FPI kepada NKRI.
"Kalau menteri agama membicarakan mengenai ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan surat itu juga sudah diterima oleh Mendagri," jelas M Qodari.
Tetapi yang dianalisa oleh Mendagri Tito Karnavian adalah soal AD/ART nya.
"Tetapi yang dianalisa oleh Mendagri, AD/ART, jadi barangkali Mendagri berharap atau meminta agar AD/ART ini direvisi agar betul-betul inline dengan ikrar tadi, kan kita mendengar waktu pak mendagri membacakan ada kata 'khilafah islamiyah' nah ini bagaimana relasinya dengan ikrar kepada NKRI," ungkap M Qodari.
Saat disinggung mengapa ada perbedaan tersebut, M Qodari menjelaskan bahwa memang dalam hal ini yang melihat persoalan secara komprehensif adalah Mendagri selaku pemberi izin.
"Buat saya yang melihat persoalan ini secara komprehensif adalah mendagri karena dia mengeluarkan perizinan," jelas M Qodari.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)